Amalan berfaedah Oleh Al Habib Salim Asyatiri Bagi Menghindarkan Dari Disakiti Oleh Makhluk dan Musuh


Habib Umar

Habib Umar Bin Hafiz Bersama Gurunya

*فائدة من الحبيب سالم الشاطري لدفع أذية الخلق والأعداء*

يقرأ ورد الإمام النووي

ثم في آخرها يقرأ آية:
(الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا)
(حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ) 450 مرة صباحا
و450 مرة مساء

بداية كل 100 مرة يقرأ آية:
(الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا)

ثم في آخر 50 مرة يأتي في بدايتها أيضا آية:
(الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا).

ثم بعد 450 مرة يقرأ آية:
(فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ) 7 مرات.

ثم يقرأ آية:
(وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ولَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُم إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ) 3 مرات

ويقرأ آية:
(يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ) 3 مرات

*يذيب الله العدو كما يذوب الملح في الماء.*

MANAKIB ALAWIYYAH KE-1 ( AL-IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN BIN ‘ALWI AMMUL FAQIH)


azmatkhan
Slide1

Oleh: As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
Majelis Wali Songo
rujukan: https://majeliswalisongo.wordpress.com/

NASAB BELIAU
Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi Baitu Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shouma’ah bin Alawi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra’ binti Muhammad Rasuli-Llahi Shalla-Llahu Alaihhi wa-Sallam

TEMPAT DAN TAHUN KELAHIRANNYA
Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berda’wah sebagaimana kakek beliau, Al-Imam As-Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah.

ORANGTUA AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Ayah dari Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alawi Ammul Faqih bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin kaum Arifin, hafal al-Qur’an, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim al-Khatib. Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613 hijriyah di Tarim dan dimakamkan di perkuburan Zanbal.

Al-Imam ‘Alawi Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath, memiliki empat orang anak, yaitu:
1. Abdullah (keturunannya terputus)
2. Ahmad (anaknya Fathimah ibu dari Ali dan Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam),
3. Abdul Malik Azmatkhan keturunannya menyebar di India dan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Asia tenggara yang dikenal dengan nama Azmatkhan (leluhur Wali Songo).
4. Abdurahman, keturunannya keluarga al-Bahasyim, al-Bin Semith, al-Bin Thahir, al-Ba’bud Maghfun, al-Bafaraj, al-Haddad, al-Basuroh, al-Bafaqih, al-Aidid, al-Baiti Auhaj.

ISTRI AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah.

ANAK-ANAK AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Imam Abdul Malik Azmatkhan memiliki 4 anak, 2 laki-laki, dan 2 Perempuan:
1. Sayyid Abdullah Azmatkhan (Leluhur Walisongo)
2. Sayyid Alwi Azmatkhan (Leluhur Azmatkhan India)
3. Syarifah Zainab Azmatkhan (nasabnya terputus)
4. Syarifah Fathimah Azmatkhan (nasabnya terputus)

GELAR – GELAR AL-IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN
Menurut As-Sayyid Bahruddin Al-Husaini, menjelaskan bahwa gelar yang disandang oleh As-Sayyid Abdul Malik azmatkhan adalah:
1. Al-Malik Lil Muslimiin = Raja Bagi Kaum Muslimin
2. Al-Malik Min ‘Alawiyyiin = Raja dari Kalangan Keturunan Imam Ali bin Abi Thalib
3. Al-Khalifah Lil Mukminiin = Khalifah bagi Kaum mukmin
4. Al-Mursyid = Mursyid bagi beberapa tarekat
5. An-Naaqib = Pakar dalam Ilmu Nasab
6. Al-Muhaddits = Menghafal Ribuan Hadits
7. Al-Musnid = Memiliki sanad keilmuan dari berbagai ulama’ dan guru
8. Al-Qutub = Wali Qutub pada masanya
9. Al-Wali = Seorang Waliyullah
10. Abu Al-Muluuk = Ayah dan datuk bagi para Raja
11. Abu Al-Awliyaa’ = Ayah dan datuk bagi para Wali Songo
12. Abu Al-Mursyidiin = Ayah dan datuk bagi para Mursyid
13. Syaikhul Islam = Guru Besar Islam
14. Imamul Mujaahidiin = Imam Mujtahid
15. Al-Faqiihul Aqdam = Ahli Fiqih Yang paling utama
16. Al-Mujahid Fii Sabiilillah = Pejuang di Jalan Allah
17. Al-Hafiizhul Qur’an = Penghafal Qur’an
18. Shohibul Karomah = Raja dan Wali Allah yang memiliki Karomah
19. Amirul Mukminin= Pemimpin Pemerintahan Islam (Sumber Data: Kitab Ansabi Wali Songo, karya Sayyid Bahruddin)

NAMA FAM AZMATKHAN DALAM ILMU NASAB
Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu. “Azmat” berarti; mulia, terhormat. Dan “Khan” memiliki arti setara seperti Komandan, Pemimpin, atau Penguasa. Nama ini disandangkan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik setelah beliau menjadi menantu bangsawan Nasarabad. Mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” sebagai bangsawan sekaligus penguasa setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan apa yang dialami Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fathimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

KESAKSIAN PARA AHLI NASAB TENTANG FAM AZMATKHAN

KESAKSIAN PERTAMA
Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA
Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, dia berkata:

“Sayyid Abdul Malik bin Alwi lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India ia bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan Abdullah bin Sayyid Abdul Malik, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul Malik
Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India.
Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.
Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah
Nama putra Sayyid Abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’alawi atau Al-Alawi Al-Husaini.
Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.
Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa.
Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar.Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”.
Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia diangkat sebagai wazir (menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Tailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.
Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”
Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tembahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian gelar Syahan-syah pada selain Allah.
Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Tailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA

Menurut Sayyid Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian sayyid Zain bin abdullah alkaf yg dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH

Kesaksian dari Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah wali songo ditemukan oleh sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu ushuluddin dan alquran. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyin bernama sayid Jamaluddin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar pangeran dan raden, nasab Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri.

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif

Keluarga Azmatkhan sejauh ini tercatat memimpin banyak Kesultanan atau Kerajaan di Asia Tenggara. Diantaranya :

1. Kesultanan Nasirabad – India
2. Kesultanan Adipati Bagelen
3. Kesultanan Adipati Bangkalan – Madura (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
4. Kesultanan Adipati Gerbang Hilir
5. Kesultanan Adipati Jayakarta
6. Kesultanan Adipati Manonjaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
7. Kesultanan Adipati Pajang
8. Kesultanan Adipati Pakuan (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
9. Kesultanan Adipati Sukapura (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
10. Kesultanan Adipati Sumenep (Sebagian dari Raja-Raja Sumenep adalah Keturunan Azmatkhan dari Jalur Fadhal Ali Al-Murthadha)
11. Kesultanan Adipati Tasikmalaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
12. Kesultanan Ampel Denta – Surabaya
13. Kesultanan Banten
14. Kesultanan Campa (Kamboja)
15. Kesultanan Cirebon Larang / Carbon Larang
16. Kesultanan Demak Bintoro (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
17. Kesultanan Giri Kedaton
18. Kesultanan Kacirebonan – Cirebon
19. Kesultanan Kanoman – Cirebon
20. Kesultanan Kasepuhan – Cirebon
21. Kesultanan Kedah – Malaysia (Ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
22. Kesultanan Kelantan – Malaysia
23. Kesultanan Mangkunegaran (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
24. Kesultanan Mataram Islam (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
25. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
26. Kasunanan Surakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
27. Kesultanan Pakualaman
28. Kesultanan Palembang Darusalam
29. Kesultanan Patani – Thailand
30. Kesultanan Sumedang Larang / Sunda Larang
31. Kesultanan Surabaya (Kelanjutan Kesultanan Ampel Denta)
32. Kesultanan Ternate
33. Keratuan Darah Putih, Lampung
34. Kerajaan Islam Tawang Alun Macan Putih, Banyuwangi
35.

DAFTAR KEPUSTAKAAN (BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN :

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib
2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini
3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-‘Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari.
4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani
5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah
6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari
7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas
8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri
9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi
10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf
11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Bahrul Ansaabil Muhiith
12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah
13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah
14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-‘Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah
15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah
16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-‘Alawiyyah
17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah
18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif
19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo,
20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini,
21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-‘Arabi,
22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab
23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf

AL IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN


AL IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN
OLEH: As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini
Majelis Wali Songo

NASAB BELIAU
Sayyid Abdul Malik bin Alawi (Ammil Faqih) bin Muhammd Shahib Marbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi Baitu Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shouma’ah bin Alawi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra’ binti Muhammad Rasuli-Llahi Shalla-Llahu Alaihhi wa-Sallam

TEMPAT DAN TAHUN KELAHIRANNYA
Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Beliau juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke Gujarat untuk berda’wah sebagaimana kakek beliau, Al-Imam As-Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah.

ORANGTUA AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Ayah dari Al-Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Al-Imam Alawi Ammul Faqih bin Muhammad lahir di Tarim. Beliau adalah seorang ulama besar, pemimpin kaum Arifin, hafal al-Qur’an, selalu menjaga lidahnya dari kata-kata yang tidak bermanfaat, dermawan, cinta kepada fakir miskin dan memuliakannya, banyak senyum. Imam Alwi bin Muhammad dididik oleh ayahnya dan belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Syaikh Salim Bafadhal, Sayid Salim bin Basri, Syaikh Ali bin Ibrahim al-Khatib. Beliau wafat pada hari Senin bulan Zulqaidah tahun 613 hijriyah di Tarim dan dimakamkan di perkuburan Zanbal.

Al-Imam ‘Alawi Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath, memiliki empat orang anak, yaitu:
1. Abdullah (keturunannya terputus)
2. Ahmad (anaknya Fathimah ibu dari Ali dan Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam),
3. Abdul Malik Azmatkhan keturunannya menyebar di India dan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Asia tenggara yang dikenal dengan nama Azmatkhan (leluhur Wali Songo).
4. Abdurahman, keturunannya keluarga al-Bahasyim, al-Bin Semith, al-Bin Thahir, al-Ba’bud Maghfun, al-Bafaraj, al-Haddad, al-Basuroh, al-Bafaqih, al-Aidid, al-Baiti Auhaj.

ISTRI AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Istri dari Imam Abdul Malik Azmatkhan adalah Putri Raja Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, yang bernama Ummu Abdillah.

ANAK-ANAK AL-IMAM ABDUL MALIK AZMATKHAN
Imam Abdul Malik Azmatkhan memiliki 4 anak, 2 laki-laki, dan 2 Perempuan:
1. Sayyid Abdullah Azmatkhan (Leluhur Walisongo)
2. Sayyid Alwi Azmatkhan (Leluhur Azmatkhan India)
3. Syarifah Zainab Azmatkhan (nasabnya terputus)
4. Syarifah Fathimah Azmatkhan (nasabnya terputus)

GELAR – GELAR AL-IMAM AS-SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN
Menurut As-Sayyid Bahruddin Al-Husaini, menjelaskan bahwa gelar yang disandang oleh As-Sayyid Abdul Malik azmatkhan adalah:
1. Al-Malik Lil Muslimiin = Raja Bagi Kaum Muslimin
2. Al-Malik Min ‘Alawiyyiin = Raja dari Kalangan Keturunan Imam Ali bin Abi Thalib
3. Al-Khalifah Lil Mukminiin = Khalifah bagi Kaum mukmin
4. Al-Mursyid = Mursyid bagi beberapa tarekat
5. An-Naaqib = Pakar dalam Ilmu Nasab
6. Al-Muhaddits = Menghafal Ribuan Hadits
7. Al-Musnid = Memiliki sanad keilmuan dari berbagai ulama’ dan guru
8. Al-Qutub = Wali Qutub pada masanya
9. Al-Wali = Seorang Waliyullah
10. Abu Al-Muluuk = Ayah dan datuk bagi para Raja
11. Abu Al-Awliyaa’ = Ayah dan datuk bagi para Wali Songo
12. Abu Al-Mursyidiin = Ayah dan datuk bagi para Mursyid
13. Syaikhul Islam = Guru Besar Islam
14. Imamul Mujaahidiin = Imam Mujtahid
15. Al-Faqiihul Aqdam = Ahli Fiqih Yang paling utama
16. Al-Mujahid Fii Sabiilillah = Pejuang di Jalan Allah
17. Al-Hafiizhul Qur’an = Penghafal Qur’an
18. Shohibul Karomah = Raja dan Wali Allah yang memiliki Karomah
19. Amirul Mukminin= Pemimpin Pemerintahan Islam (Sumber Data: Kitab Ansabi Wali Songo, karya Sayyid Bahruddin)

NAMA FAM AZMATKHAN DALAM ILMU NASAB
Nama Azmatkhan berasal dari penggabungan dua kata dalam bahasa Urdu. “Azmat” berarti; mulia, terhormat. Dan “Khan” memiliki arti setara seperti Komandan, Pemimpin, atau Penguasa. Nama ini disandangkan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik setelah beliau menjadi menantu bangsawan Nasarabad. Mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” sebagai bangsawan sekaligus penguasa setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan apa yang dialami Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan keturunan Al-Husain putra Fathimah binti Rasulillah SAW, maka mereka menambah kalimat “Azmat” sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.

KESAKSIAN PARA AHLI NASAB TENTANG FAM AZMATKHAN

KESAKSIAN PERTAMA
Menurut As-Sayyid Salim bin Abdullah Asy-Syathiri Al-Husaini (Ulama’ asli Tarim, Hadramaut, Yaman), berkata: “Keluarga Azmatkhan (Walisongo) adalah dari Qabilah Ba’Alawi asal hadhramaut Yaman gelombang pertama yang masuk di Nusantara dalam rangka penyebaran Islam (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati keluarga Azmatkhan) Sesuai dengan namanya, yang berarti “Pemimpin dari keluarga Mulia” .

KESAKSIAN KEDUA
Menurut H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya “Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah”, dia berkata:
“Sayyid Abdul Malik bin Alwi lahir di kota Qasam, sebuah kota di Hadhramaut, sekitar tahun 574 Hijriah. Ia meninggalkan Hadhramaut pergi ke India bersama jama’ah para Sayyid dari kaum Alawiyyin. Di India ia bermukim di Naserabad. Ia mempunyai beberapa orang anak lelaki dan perempuan, di antaranya ialah Sayyid Amir Khan Abdullah bin Sayyid Abdul Malik, lahir di kota Nashr Abad, ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir di sebuah desa dekat Naserabad. Ia anak kedua dari Sayyid Abdul Malik
Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India.
Setelah Sayyid Abdul Malik menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” (mulia) keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia (dalam bahasa Urdu India) sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت خان bukan عظمة خان, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang.
Sayyid Abdul Malik juga dikenal dengan gelar “Al-Muhajir Ilallah”, karena beliau hijrah dari Hadhramaut ke India untuk berda’wah, sebagaimana kakek beliau, Sayyid Ahmad bin Isa, digelari seperti itu karena beliau hijrah dari Iraq ke Hadhramaut untuk berda’wah
Nama putra Sayyid Abdul Malik adalah “Abdullah”, penulisan “Amir Khan” sebelum “Abdullah” adalah penyebutan gelar yang kurang tepat, adapun yang benar adalah Al-Amir Abdullah Azmatkhan. Al-Amir adalah gelar untuk pejabat wilayah. Sedangkan Azmatkhan adalah marga beliau mengikuti gelar ayahanda. Sebagian orang ada yang menulis “Abdullah Khan”, mungkin ia hanya ingat Khan-nya saja, karena marga “Khan” (tanpa Azmat) memang sangat populer sebagai marga bangsawan di kalangan orang India dan Pakistan. Maka penulisan “Abdullah Khan” itu kurang tepat, karena “Khan” adalah marga bangsawan Pakistan asli, bukan marga beliau yang merupakan pecahan marga Ba’alawi atau Al-Alawi Al-Husaini.
Ada yang berkata bahwa di India mereka juga menulis Al-Khan, namun yang tertulis dalam buku nasab Alawiyyin adalah Azmatkhan, bukan Al-Khan, sehingga penulisan Al-Khan akan menyulitkan pelacakan di buku nasab.
Sayyid Abdullah Azmatkhan pernah menjabat sebagai Pejabat Diplomasi Kerajaan India, beliaupun memanfaatkan jabatan itu untuk menyebarkan Islam ke berbagai negeri. Sejarah mencatat bagaimana beliau bersaing dengan Marcopolo di daratan Cina, persaingan itu tidak lain adalah persaingan didalam memperkenalkan sebuah budaya. Sayyid Abdullah memperkenalkan budaya Islam dan Marcopolo memperkenalkan budaya Barat. Sampai saat ini, sejarah tertua yang kami dapat tentang penyebaran Islam di Cina adalah cerita Sayyid Abdullah ini. Maka bisa jadi beliau adalah penyebar Islam pertama di Cina, sebagaimana beberapa anggota Wali Songo yang masih cucu-cucu beliau adalah orang pertama yang berda’wah di tanah Jawa.
Ia (Sayyid Abdullah) mempunyai anak lelaki bernama Amir Al-Mu’azhzham Syah Maulana Ahmad.” Nama beliau adalah Ahmad, adapun “Al-Amir Al-Mu’azhzham” adalah gelar berbahasa Arab untuk pejabat yang diagungkan, sedangkan “Syah” adalah gelar berbahasa Urdu untuk seorang Raja, bangsawan dan pemimpin, sementara “Maulana” adalah gelar yang dipakai oleh muslimin India untuk seorang Ulama besar.Sayyid Ahmad juga dikenal dengan gelar “Syah Jalaluddin”.
Maulana Ahmad Syah Mu’azhzham adalah seorang besar, Ia diutus oleh Maharaja India ke Asadabad dan kepada Raja Sind untuk pertukaran informasi, kemudian selama kurun waktu tertentu ia diangkat sebagai wazir (menteri). Ia mempunyai banyak anak lelaki. Sebagian dari mereka pergi meninggalkan India, berangkat mengembara. Ada yang ke negeri Cina, Kamboja, Siam (Tailand) dan ada pula yang pergi ke negeri Anam dari Mongolia Dalam (Negeri Mongolia yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Cina). Mereka lari (?) meninggalkan India untuk menghindari kesewenang-wenangan dan kezhaliman Maharaja India pada waktu terjadi fitnah pada akhir abad ke-7 Hijriah.
Di antara mereka itu yang pertama tiba di Kamboja ialah Sayyid Jamaluddin Al-Husain Amir Syahansyah bin Sayyid Ahmad. Ia pergi meninggalkan India tiga tahun setelah ayahnya wafat. Kepergiannya disertai oleh tiga orang saudaranya, yaitu Syarif Qamaruddin. Konon, dialah yang bergelar ‘Tajul-muluk’. Yang kedua ialah Sayyid Majiduddin dan yang ketiga ialah Sayyid Tsana’uddin.”
Sayyid Jamaluddin Al-Husain oleh sebagian orang Jawa disebut Syekh Jumadil Kubro. Yang pasti nama beliau adalah Husain, sedangkan Jamaluddin adalah gelar atau nama tembahan, sehingga nama beliau juga ditulis “Husain Jamaluddin”. Adapun “Syahansyah” artinya adalah Raja Diraja. Namun kami yakin bahwa gelar Syahansah itu hanyalah pemberian orang yang beliau sendiri tidak tahu, karena Rasulullah SAW melarang pemberian gelar Syahan-syah pada selain Allah.
Sayyid Husain juga memiliki saudara bernama Sulaiman, beliau medirikan sebuah kesultanan di Tailand. Beliau dikenal dengan sebutan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi, barangkali beliau pernah tinggal lama di Baghdad. Nah, Sayyid Husain dan Sayyid Sulaiman inilah nenek moyang daripada keluarga Azmatkhan Indonesia, setidaknya yang kami temukan sampai saat ini.

KESAKSIAN KETIGA

Menurut Sayyid Ali bin Abu Bakar As-Sakran dalam Kitab Nasab yang bernama Al-Jawahir Al-Saniyyah, berkata: “Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih”.

KESAKSIAN KEEMPAT:

Menurut Ad-Dawudi dalam Kitab Umdatut Thalib berkta, “”Al-Azmatkhan adalah fam yang dinisbatkhan kepada Al-Imam As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin ‘Alawi ‘Ammil Faqih, dan keturunannya masih ada sampai sekarang ini melalui jalur Walisongo di Jawa”.

KESAKSIAN KELIMA:

Penelitian sayyid Zain bin abdullah alkaf yg dikutip dalam buku khidmatul ‘asyirah karangan Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaf; MEMBENARKAN & MEM-VALID-KAN nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KEENAM:

Penelitian Al-Alammah As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Husain Al-Masyhur dalam Kitab Syamsud Zhahirah, yang memvalidkan nasab jalur Azmatkhan.

KESAKSIAN KETUJUH

Kesaksian dari Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf Palembang.

Bermula silsilah wali songo ditemukan oleh sayid Ali bin Ja’far Assegaf pada seorang keturunan bangsawan Palembang. Dalam silsilah tersebut tercatat tuan Fakih Jalaluddin yang dimakamkan di Talang Sura pada tanggal 20 Jumadil Awal 1161 hijriyah, tinggal di istana kerajaan Sultan Muhammad Mansur mengajar ilmu ushuluddin dan alquran. Dalam silsilah tersebut tercatat nasab seorang Alawiyin bernama sayid Jamaluddin Husein bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath, yang mempunyai tujuh anak laki. Di samping itu tercatat pula nasab keturunan raja-raja Palembang yang bergelar pangeran dan raden, nasab Muhammad Ainul Yaqin yang bergelar Sunan Giri.

KESAKSIAN KEDELAPAN:

Penelitian As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif

Keluarga Azmatkhan sejauh ini tercatat memimpin banyak Kesultanan atau Kerajaan di Asia Tenggara. Diantaranya :

1. Kesultanan Nasirabad – India
2. Kesultanan Adipati Bagelen
3. Kesultanan Adipati Bangkalan – Madura (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
4. Kesultanan Adipati Gerbang Hilir
5. Kesultanan Adipati Jayakarta
6. Kesultanan Adipati Manonjaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
7. Kesultanan Adipati Pajang
8. Kesultanan Adipati Pakuan (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
9. Kesultanan Adipati Sukapura (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
10. Kesultanan Adipati Sumenep (Sebagian dari Raja-Raja Sumenep adalah Keturunan Azmatkhan dari Jalur Fadhal Ali Al-Murthadha)
11. Kesultanan Adipati Tasikmalaya (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
12. Kesultanan Ampel Denta – Surabaya
13. Kesultanan Banten
14. Kesultanan Campa (Kamboja)
15. Kesultanan Cirebon Larang / Carbon Larang
16. Kesultanan Demak Bintoro (Dinasti yang memerintah dari Al-Mukhrowi (Al-Husaini jalur Persia) tetapi ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
17. Kesultanan Giri Kedaton
18. Kesultanan Kacirebonan – Cirebon
19. Kesultanan Kanoman – Cirebon
20. Kesultanan Kasepuhan – Cirebon
21. Kesultanan Kedah – Malaysia (Ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
22. Kesultanan Kelantan – Malaysia
23. Kesultanan Mangkunegaran (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
24. Kesultanan Mataram Islam (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
25. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
26. Kasunanan Surakarta Hadiningrat (ada tautan dari pihak wanita Azmatkhan)
27. Kesultanan Pakualaman
28. Kesultanan Palembang Darusalam
29. Kesultanan Patani – Thailand
30. Kesultanan Sumedang Larang / Sunda Larang
31. Kesultanan Surabaya (Kelanjutan Kesultanan Ampel Denta)
32. Kesultanan Ternate
33. Keratuan Darah Putih, Lampung
34. Kerajaan Islam Tawang Alun Macan Putih, Banyuwangi
35.

DAFTAR KEPUSTAKAAN (BUKU-BUKU YANG MENJELASKAN) TENTANG AZMATKHAN :

1. Sayyid Ahmad bin Anbah,Umdatuth Thaalib Fii Ansaabi Aali Abi Thaalib
2. Sayyid Aki As-Samhudiy, Jawaahir Al-Aqdaini Fii Ansaabi Abnaai As-Sibthaini
3. Sayyid Abu Thalib Taqiyyuddin An-Naqiibi, Ghaayatu Al-Ikhtishoori Fii Al-buyuutaati Al-’Alawiyyati Al-Mahfuzhati Min Al-Ghayyaari.
4. As-Sayyid Al-Muhaddits Husain bin Abdurrahman Al-Ahdali, Tuhfatuz Zaman Fii Taariikhi Saadaatil Yamani
5. As-Sayyid Abu Fadhal Muhammad Al-Kazhimi Al-Husaini, An-Nafkhah Al-Anbariyyah Fii Ansaabi Khairil Bariyyah
6. As-Sayyid Dhoomin bin Syadqam, Tuhfatul Azhaari Fii Ansaabi Aal An-Nabiyyi Al-Mukhtaari
7. As-Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Attas, Uquud Al-Almaas
8. Sayyid Jamaluddin Abdullah Al-Jurjaani Al-Husaini, Musyajjarah Al-Mutadhammin Ansaabi Ahlilbaiti Ath-Thaahiri
9. As-Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin ‘Amiiduddin Al-Husaini An-Najafiy, Kitab Bahrul Ansaabi
10. As-Sayyid Murtadha Az-Zabiidi, Al-Musyajjir Al-Kasysyaaf Li Ushuulis Saadah Al-Asyraaf
11. As-Sayyid Husain bin Muhammad Ar-Rifaa’i Al-Mishri, Bahrul Ansaabil Muhiith
12. As-Sayyid ‘Ali bin Abi Bakar asy-Syakran, Al-Jawaahir As-Saniyyah Fii Ansaabi Al-Husainiyyah
13. As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur Al-Husaini Al-Hadrami, Kitab Syamsuzh Zhahiirah
14. As-Sayyid Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff, Khidmah Al-’Asyiirah Bi Tartiibi wa Talkhiishi Wa Tadzliili Syamsizh Zhahiirah
15. As-Sayyid Dhiyaa’u Syihaab, Ta’liiqaat Mabsuuthah Wa Mufashsholah ‘Alaa Syamsizh Zhahiirah
16. As-Sayyid Umar bin Alawi Al-Kaff, Al-Faraayid Al-Jauhariyyah Fii Tarraajumi Asy-Syaharah Al-’Alawiyyah
17. As-Sayyid Umar bin Abdurrahman bin Shihabuddin, Syajaratul Alawiyyah
18. As-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Kitab Al-Mu’jam Al-Lathif
19. As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini, Ansaabi Wali Songo,
20. As-Sayyid Abi Al-Mu’ammar Yahya bin Muhammad bin Al-Qasim Ba’alawi Al-Husaini, Kitab Abnaaul Imam Fii Mishra Was Syaami Al-Hasani Wal Husaini,
21. As-Sayyid Al-Qalqasandiy Al-Hasani, Nihaayatul Urabi Fi Ma’rifati Al-Ansaabi Al-’Arabi,
22. Al-Imam Abi Sa’di Abdil Karim bin Muhammad bin Mansur At-Tamimiy As-Sam’aaniy, Kitab Al-ansaab
23. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Jabir Al-Balaadiri,Kitabu Al-Jumali Min Ansaabil Asyraaf

Sumber : http://majeliswalisongo.wordpress.com/

Mengapa harus ke Yaman?? – Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad


Mengapa harus ke Yaman?? – Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad
…………………………………………………………………….

Mengapa harus ke Yaman?

Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dalam bukunya Risalatul Muawanah mengatakan, ‘Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin al-Imam Ja’far Shadiq, ketika menyaksikan munculnya bid’ah, pengobralan hawa nafsu dan perbedaan pendapat yang makin menghangat, maka beliau hijrah dari negerinya (Iraq) dari tempat yang satu ke tempat yang lain hingga sampai di Hadramaut, beliau bermukim di sana hingga wafat.

Mengapa Imam al-Muhajir memilih Hadramaut yang terletak di Negara Yaman sebagai tempat hijrah ? Imam al-Muhajir memilih Hadramaut sebagai tempat hijrahnya, kerana beberapa faktor, pertama peristiwa hijrahnya al-Husein dari Madinah ke Kufah, di mana Ibnu Abbas memberikan nasehat kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib ketika hendak berangkat ke Kufah. Ibnu Abbas menasihati agar beliau pergi ke Yaman karena di negeri itu para penduduknya menyatakan siap untuk mendukung Imam Husein. Sejarah membuktikan bahwa keturunan Imam Husein sampai saat ini mendapat dukungan di sana.

Kedua, keistimewaan penduduk Yaman yang banyak disebut dalam alquran dan hadits. Allah swt berfirman : Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah maha luas (pemeberian-Nya) lagi maha mengetahui. Dari Jabir, Rasulullah saw ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’. Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah saw, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’. Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’. Ketika Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 27 yang berbunyi : Dan serukanlah kepada umat manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya mereka akan datang ke (rumah Tuhan) mu dengan berjalan kaki dan dengan menunggang berbagai jenis unta yang kurus, yang datangnya dari berbagai jalan yang jauh. Ayat ini turun kepada nabi Ibrahim as, setelah menerima wahyu tersebut beliau pergi menuju Jabal Qubays dan menyeru untuk menunaikan haji. Dan orang pertama yang menjawab dan datang atas seruan Nabi Ibrahim as adalah orang-orang’. Allah swt berfirman dalam surah al-Nashr ayat 2 : ‘Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan beramai-ramai‘. Berkata Shadiq Hasan Khan dalam tafsirnya dari Ikrimah dan Muqatil, ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia pada ayat itu adalah orang-orang Yaman, mereka berdatangan kepada Rasulullah untuk menjadi kaum mu’minin dengan jumlah tujuh ratus orang’. Dari Ibnu Abbas berkata : Nabi kita ketika berada di Madinah berkata, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, telah datang bantuan Allah swt dan kemenangannya dan telah datang ahlu Yaman. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw : Siapakah ahlu Yaman itu ? Rasulullah saw menjawab : Suatu kaum yang suci hatinya dan lembut perangainya. Iman pada ahlu Yaman, kepahaman pada ahlu Yaman dan hikmah pada ahli Yaman’. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah saw berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’. Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah saw, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan Imam al-Muhajir hijrah ke Yaman dikarenakan masyarakat Yaman mempunyai hati yang suci dan tabiat yang lembut serta bumi yang penuh dengan keberkahan, sehingga Rasulullah saw memerintahkan hijrah ke negeri Yaman jika telah terjadi fitnah.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi saw bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’.

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi saw bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’.

Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’.

Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah saw, ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi saw : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencitaiku, sesiapa yang membenci mereka bererti telah membenciku’.

Sayyidi Abu Hasan As Syazuli Al Idrisi


oleh: ustaz sayyid faiz al idrus

Makam Sayyidi Abul Hasan As Syazuli

Pengalaman Al-Faqir di sana sedikit sebanyak di kongsi di dalam Video dibawah ini :

Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M.Berikut ini nasab Abu Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan, bin Abdullah Abdul Jabbar, bin Tamim, bin Hurmuz, bin Hatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya’, bin Ward, bin Baththal, bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Muhammad, bin Hasan, bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah binti Rasulullah SAW. Di Zaman beliau Nuqoba’ Asyraf di mesir tidak meyakini dan meragui tentang nasab beliau, sehingga pelbagai fitnah yang menimpa terhadap beliau,kerana ramai yang tidak berpuas hati dengan beliau . Bila di tanyakan kepada beliau oleh murid beliau Sayyidi Abul Abas Mursi, Al-Syaikh Abul Hasan al-Syadzili menjawab :
كفي باءقرار سيدنا انبي
لاَ يَكْمُلُ عَالِمٌ فِي مَقَامِ الْعِلْمِ حَتَّى يُبْلَى بِأَرْبَعٍ : شَمَاتَةِ اْلأَعْدَاءِ ، وَمَلاَمَةِ اْلأَصْدِقَاءِ ، وَطَعْنِ الْجُهَّالِ ، وَحَسَدِ الْعُلَمَاءِ ، فَإِنْ صَبَرَ جَعَلَهُ اللهُ إِمَامًا يُقْتَدَى بِهِ. ” Manusia tidak mengakui, itu tidak mengapa, asal sahaja Sayyiduna Muhammad S.A.W yang mengakuinya, Memadai dengan pengakuan Baginda S.A.W.Seorang ‘alim tidak akan sempurna keilmuannya sehingga dia diuji dengan empat hal; 1) dimaki oleh musuh-musuhnya, 2) dicela oleh teman-temannya, 3) dicacat oleh orang-orang bodoh, 4) diiri oleh orang-orang pandai. Maka barangsiapa yang sabar menghadapi ujian-ujian ini, niscaya Allah akan menjadikannya sebagai imam(pemimpin) yang diikuti. ” Takdir Allah Ta’ala, seorang sayyid bermimpi berjumpa Baginda S.A.W. Lalu si sayyid itu bertanya ” يا رسول الله, هل شاذلي من ذريتك؟؟ Ya RosuluLLAH, Adakah Abul Hasan Syazuli itu zuriyyat mu??” Sabda Sayyiduna Muhammad S.A.W ” نعم, ومن تعلق بالجزء فقد تعلق بالكل” “Ya beliau zuriyyatku, dan siapa berpegang dengannya maka sungguhnya berpegang ia akan aku”.Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.

Intaha
درة الاسرار وتحفة الابرار في مناقب سيدي ابي الحسن الشاذلي
ابن الصباغ، محمد بن أبي القاسم الحميري

Perjalanan Sufi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, Bilakah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Asy-Syadzili berkulit sawo matang, berbadan kurus, perawakannya tinggi, pipinya tipis, jari-jari kedua tangannya panjang, dan lidahnya fasih serta perkataannya baik. Dia tidak terlalu membatasi diri dalam makan dan minum. Dia selalu mengenakan pakaian yang indah setiap kali memasuki masjid. Dia tidak pernah terlihat memakai baju-baju bertambalan sebagaimana yang dipakai oleh sebagian sufi, bahkan selalu mengenakan pakaian bagus. Dia menyukai kuda, memelihara, dan menungganginya
Syadziliyah adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’. Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau saw. Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”. Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”. Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili. Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung. Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”. Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.

Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:

1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.

2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.

Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.

Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :

1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).

2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).

3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.

Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :

1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.

2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.

3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.

4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.

Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin. (Al-Mihrab). Syeikh Syadzili Wafat

Syekh Abu al-Abbas al-Mursy, murid kesayangan dan penerus thariqah Syadziliyah mengatakan bahwa gurunya setiap tahun menunaikan ibdah haji, kemudian tinggal di kota suci mulai bulan Rajab sampai masa haji habis. Seusai ibadah haji beliau pergi berziarah ke makam Nabi SAW di Madinah. Pada musim haji yang terakhir yaitu tahun 656H, sepulang dari haji beliau memerintahkan muridnya untuk membawa kapak minyak wangi dan perangkat merawat jenazah lainnnya. Ketika muridnya bertanya untuk apa kesemuanya ini, beliau menjawab, “Di Jurang Humaistara (di samping Bahr al-Ahmar) akan terjadi kejadian yang pasti. maka di sanalah beliau meninggal.

Antara amalan-amalan yang di nisbahkan kepada Al-Habib:

HIZIB BAHR
( Yg disusun oleh Al-Imam Al-Qutub Abu Hasan Asy-Syadzili R.A )
Hizb Bahr merupakan Hizb yg di susun oleh Al-‘Alamah Al-Kabir Al-Imam Al-Qutub Abu Hasan Asy-Saydzili yg juga menyusun Hizb Nasr & Kitab Sirrul Jalil.
Kegunaan Hizb Bahr adalah tergantung niat si pembaca dan tergantung apa yg di inginkannya dari menarik segala sesuatu yg baik seperti Mahabbah ( Asihan ), Jalbur Rizqi ( Menarik Rizqi ) baik yang Dzohir atau yg Min Ghoibillahi ( Rizqi dari Alam Ghaibnya Alloh S.W.T ), Menyatukan Hati, Penglaris, Pemimpin, Kewibawaan, Karir, Menundukkan hati semua mahluk, di ta’ati ucapannya dll Atau Mencegah dari sesuatu yg buruk dan jahat seperti Menolak Ilmu Sihir, Ilmu Hitam dan sejenisnya, Benteng/ Penjagaan dari orang2 yg Hasud, Dzolim, Iri dengki, Mencegah mara bahaya dan Bala’ Bencana, Keselamatan, Anti Sajam, tahan pukul dll.
Telah berkata Syeikh Abdurrohman Al-Busthamy R.A “ Hizib Bahr merupakan Mutiara2 indah yg akan menghiasi pembacanya dengan berbentuk kilauan2 cahaya beraneka warna yg senantiasa menjaga pembaca nya dari segala macam mara bahaya”, Dan telah berkata sebagian Ulama’ ahli hikmah “ Didalam Hizib Bahr terkandung Asmaul ‘Adzom dan Rahasia Isim Jami’ Kabir ( isim keseluruhan yg maha Agung )
Telah berkata penyusun Hizb Bahr ini yaitu Syeikh Al-Imam Al-Qutub Abu Hasan Asy-Syadzili R.A “ Hizb Bahr terkandung di dalamnya rahasia2 untuk melapangkan segala macam kesusahan dengan Lathoif al-Ghuyub ( Kelembutan2 Alam Ghaib ), Tidaklah Hizb ini dibaca di suatu tempat kecuali tempat tsb akan selamat dari berbagai macam penyakit, dan terjaga dari kejadian2 yg tidak menyenangkan, Untuk pembacanya akan masuk pada dirinya rahasia2 Syafiyyah ( kesembuhan / obat ) dan akan masuk pada pembacanya Anwar As-Shofiyyah ( cahaya2 yg jernih serta terang benderang ), Barang siapa yang senantiasa membacanya setiap hari 1 x, ketika terbit matahari, Niscaya Alloh S.W.T akan senantiasa melaksanakan semua permohonannya ( Do’a nya ), dilapangkan dari segala kesusahannya, di angkat derajatnya, Dipenuhi hatinya dengan Ilmu Tauhid, Dimudahkan segala urusannya, dimudahkan setiap kesukarannya, Senantiasa dijaga dari kejahatan Manusia dan Jin, Di amankan dari segala kejahatan malam dan siang, dan tidaklah seseorang yg melihat kepadanya kecuali dia akan dicintai oleh orang yg melihatnya, Dan apabila Hizb Bahr ini dibaca rutin setelah selesai Sholat fardhu 1 x, Maka Alloh S.W.T akan membuatnya Kaya Raya, Dimudahkan kepadanya sebab2 kebahagiaan pada semua gerakannya dan diamnya, Dan barang siapa yg membacanya pada hari Jum’at maka Alloh S.W.T akan meletakkan kecintaannya di setiap hati manusia”
Tata cara mengamalkan Hizib Bahr
1. Berpuasa 7 hari yg dimulai hari Minggu
2. Berbuka dengan tidak memakan makanan yg bernyawa
3. Membaca Hizib Bahr tiap selesai Sholat Fardhu 3 x
4. Tiap malam membaca Hizib Bahr 11 x
5. Dibaca secara Istiqomah selesai puasa tiap hari 1 x
Untuk dilaksanakan semua hajat hajat apasaja Hizib Bahr cukup dibaca 3 x, dengan Niat yg di khususkan ( Niatnya apa saja tergantung keinginan anda )
Sebelum membaca Hizib Bahr terlebih dahulu memberikan Hadiah Surat Alfatihah kepada :
1. Syeikh Al-Imam Al-Qutub Abu Hasan Asy-Syadzili
2. Syeikh Ahmad bin Muhammad Bin ‘Iyadz Asy-Syafi’i
3. Syeikh Al—‘Arif Billah Syihabuddin Ahmad Al-Qorsyi
4. Syeikh Abu Abdillah Muhammad Basyis
5. Syeikh Abu Muhammadin Sholih Ad-Dakaaly Al-Maliky
6. Syeikh Abu Madyan Al-Andalusy Asy-Syibli
7. Syeikh Abi Syuaib As-Sonhaji
8. Syeikh Kabir Al-Walii Abi Muhammad Tanuri
9. Syeikh Sirri As-Saqoti
10. Syeikh Al-Imam Ma’ruf Al-Karkhi
11. Syeikh Dawud At-Tho-i
12. Al-Imam Habibul ‘Azami
Masing 2 nama hadiahkan surat Al-Fatihah 1 x
Inilah Hizb Bahr Yg dimaksud :
Menurut Riwayat Sayyidina ‘Abbas dan sebagian Ulama’ Salafus Sholih ditambah dengan bacaan2 ( Aslinya Hizb Bahr ) di bawah ini :
Membaca Surat Al-Ikhlas
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
أَحَدٌ كُفُواً لَّهُ يَكُن وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَلِدْ لَمْ اللَّهُ الصَّمَدُ أَحَدٌ اللَّهُ هُوَ قُلْ
Membaca surat Al-Falaq
وَقَبَ إِذَا غَاسِقٍ شَرِّ وَمِن خَلَقَ مَا شَرِّ مِن الْفَلَقِ بِرَبِّ أَعُوذُ قُلْ
حَسَدَ إِذَا حَاسِدٍ شَرِّ وَمِن الْعُقَدِ فِي النَّفَّاثَاتِ شَرِّ وَمِن
Membaca surat An-Nass
الْخَنَّاسِ الْوَسْوَاسِ شَرِّ مِن النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ بِرَبِّ أَعُوذُ قُلْ
النَّاسِ وَ الْجِنَّةِ مِنَ النَّاسِ صُدُورِ فِي يُوَسْوِسُ الَّذِي
مَالِكِ الرَّحِيمِ الرَّحْمـنِ الْعَالَمِينَ رَبِّ للّهِ الْحَمْدُ الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
صِرَاطَ المُستَقِيمَ الصِّرَاطَ اهدِنَــــا نَسْتَعِينُ وإِيَّاكَ نَعْبُدُ إِيَّاكَ الدِّينِ يَوْمِ
الضَّالِّينَ وَلاَ عَلَيهِمْ المَغضُوبِ غَيرِ عَلَيهِمْ أَنعَمتَ الَّذِينَ
Kemudian membaca surat Al-Baqoroh ayat 1 sampai ayat 5
الَّذِينَ لِّلْمُتَّقِينَ هُدًى فِيهِ رَيْبَ لاَ الْكِتَابُ ذَلِكَ ملا الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
يُؤْمِنُونَ والَّذِينَ يُنفِقُونَ رَزَقْنَاهُمْ وَمِمَّا الصَّلاةَ وَيُقِيمُونَ بِالْغَيْبِ يُؤْمِنُونَ
هُدًى عَلَى أُوْلَـئِكَ يُوقِنُونَ هُمْ وَبِالآخِرَةِ قَبْلِكَ مِن أُنزِلَ وَمَا إِلَيْكَ أُنزِلَ بِمَا
الْمُفْلِحُونَ هُمُ وَأُوْلَـئِكَ رَّبِّهِمْ مِّن
Kemudian membaca surat Al-Baqoroh ayat 163
الرَّحِيمُ الرَّحْمَنُ هُوَ إِلاَّ إِلَهَ لاَّ وَاحِدٌ إِلَهٌ وَإِلَـهُكُمْ
Kemudian membaca Surat Al-Baqoroh ayat 255 sampai ayat 257
وَمَا السَّمَاوَاتِ فِي مَا لَّهُ نَوْمٌ وَلاَ سِنَةٌ تَأْخُذُهُ لاَ الْقَيُّومُ الْحَيُّ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ اللّهُ وَلاَ خَلْفَهُمْ وَمَا أَيْدِيهِمْ بَيْنَ مَا يَعْلَمُ بِإِذْنِهِ إِلاَّ عِنْدَهُ يَشْفَعُ الَّذِي ذَا مَن الأَرْضِ فِي وَلاَ وَالأَرْضَ السَّمَاوَاتِ كُرْسِيُّهُ وَسِعَ شَاء بِمَا إِلاَّ عِلْمِهِ مِّنْ بِشَيْءٍ يُحِيطُونَ الْعَظِيمُ الْعَلِيُّ وَهُوَ حِفْظُهُمَا يَؤُودُهُ
بِاللّهِ وَيُؤْمِن بِالطَّاغُوتِ يَكْفُرْ فَمَنْ الْغَيِّ مِنَ الرُّشْد تَّبَيَّنَ قَد الدِّينِ فِي إِكْرَاهَ لاَ عَلِيمٌ سَمِيعٌ وَاللّهُ لَهَا انفِصَامَ لاَ الْوُثْقَىَ بِالْعُرْوَةِ اسْتَمْسَكَ فَقَدِ
أَوْلِيَآؤُهُمُ كَفَرُواْ وَالَّذِينَ النُّوُرِ إِلَى الظُّلُمَاتِ مِّنَ يُخْرِجُهُم آمَنُواْ الَّذِينَ وَلِيُّ اللّهُ
فِيهَا هُمْ النَّارِ أَصْحَابُ أُوْلَـئِكَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ مِّنَ يُخْرِجُونَهُم الطَّاغُوتُ خَالِدُونَ
Kemudian membaca surat l-Baqoroh ayat 284 sampai ayat 286
تُخْفُوهُ أَوْ أَنفُسِكُمْ فِي مَا تُبْدُواْ وَإِن الأَرْضِ فِي وَمَا السَّمَاواتِ فِي مَا لِّلَّهِ
قَدِيرٌ شَيْءٍ كُلِّ عَلَى وَاللّهُ يَشَاءُ مَن وَيُعَذِّبُ يَشَاءُ لِمَن فَيَغْفِرُ اللّهُ بِهِ يُحَاسِبْكُم
وَكُتُبِهِ وَمَلآئِكَتِهِ بِاللّهِ آمَنَ كُلٌّ وَالْمُؤْمِنُونَ رَّبِّهِ مِن إِلَيْهِ أُنزِلَ بِمَا الرَّسُولُ آمَنَ
وَإِلَيْكَ رَبَّنَا غُفْرَانَكَ وَأَطَعْنَا سَمِعْنَا وَقَالُواْ رُّسُلِهِ مِّن أَحَدٍ بَيْنَ نُفَرِّقُ لاَ وَرُسُلِهِ الْمَصِيرُ
تُؤَاخِذْنَا لاَ رَبَّنَا اكْتَسَبَتْ مَا وَعَلَيْهَا كَسَبَتْ مَا لَهَا وُسْعَهَا إِلاَّ نَفْساً اللّهُ يُكَلِّفُ لاَ
قَبْلِنَا مِن الَّذِينَ عَلَى حَمَلْتَهُ كَمَا إِصْراً عَلَيْنَا تَحْمِلْ وَلاَ رَبَّنَا أَخْطَأْنَا أَوْ نَّسِينَا إِن مَوْلاَنَا أَنتَ وَارْحَمْنَا لَنَا وَاغْفِرْ عَنَّا وَاعْفُ بِهِ لَنَا طَاقَةَ لاَ مَا تُحَمِّلْنَا وَلاَ رَبَّنَا
الْكَافِرِينَ الْقَوْمِ عَلَى فَانصُرْنَا
Kemudian membaca Surat Ali Imran Ayat 1 sampai ayat 4 sampai kalimat furqon( pertengahan ayat 4 )
الْقَيُّومُ الْحَيُّ هُوَ إِلاَّ إِلَـهَ لاَ اللّهُ م لا
وَالإِنجِيلَ التَّوْرَاةَ وَأَنزَلَ يَدَيْهِ بَيْنَ لِّمَا مُصَدِّقاً بِالْحَقِّ الْكِتَابَ عَلَيْكَ نَزَّلَ
الْفُرْقَانَ وَأَنزَلَ لِّلنَّاسِ هُدًى قَبْلُ مِن
Kemudian Membaca Surat Al-Mudatsir ayat 1 sampai ayat 7
فَاهْجُرْ وَالرُّجْزَ فَطَهِّرْ وَثِيَابَكَ فَكَبِّرْ وَرَبَّكَ فَأَنذِرْ قُمْ الْمُدَّثِّرُ أَيُّهَا يَا
فَاصْبِرْ وَلِرَبِّكَ تَسْتَكْثِرُ تَمْنُن وَلَا
Kemudian membaca Surat Al-‘Alaq Ayat 1 sampai ayat 5
الْأَكْرَمُ وَرَبُّكَ اقْرَأْ عَلَقٍ مِنْ الْإِنسَانَ خَلَقَ خَلَقَ الَّذِي رَبِّكَ بِاسْمِ اقْرَأْ
يَعْلَمْ لَمْ مَا الْإِنسَانَ عَلَّمَ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Kemudian membaca Surat Ar-Rahman Ayat 1 sampai ayat 27
بِحُسْبَانٍ وَالْقَمَرُ الشَّمْسُ الْبَيَانَ عَلَّمَهُ الْإِنسَانَ خَلَقَ الْقُرْآنَ عَلَّمَ الرَّحْمَنُ
تَطْغَوْا أَلَّا الْمِيزَانَ وَوَضَعَ رَفَعَهَا وَالسَّمَاء يَسْجُدَانِ وَالشَّجَرُ وَالنَّجْمُ
وَضَعَهَا وَالْأَرْضَ الْمِيزَانَ تُخْسِرُوا وَلَا بِالْقِسْطِ الْوَزْنَ وَأَقِيمُوا الْمِيزَانِ فِي
وَالرَّيْحَانُ الْعَصْفِ ذُو وَالْحَبُّ الْأَكْمَامِ ذَاتُ وَالنَّخْلُ فَاكِهَةٌ فِيهَا لِلْأَنَامِ
الْجَانَّ وَخَلَقَ كَالْفَخَّارِ صَلْصَالٍ الْإِنسَانَ خَلَقَ مِن تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ
الْمَغْرِبَيْنِ وَرَبُّ الْمَشْرِقَيْنِ رَبُّ تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ نَّارٍ مَّارِجٍ مِن مِّن
يَبْغِيَانِ لَّا بَرْزَخٌ بَيْنَهُمَا يَلْتَقِيَانِ الْبَحْرَيْنِ مَرَجَ تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ
تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ وَالْمَرْجَانُ اللُّؤْلُؤُ مِنْهُمَا يَخْرُجُ تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ
تُكَذِّبَانِ رَبِّكُمَا آلَاء فَبِأَيِّ كَالْأَعْلَامِ لْبَحْرِ افِي الْمُنشَآتُ الْجَوَارِ وَلَهُ
وَالْإِكْرَامِ الْجَلَالِ ذُو رَبِّكَ وَجْهُ وَيَبْقَى فَانٍ عَلَيْهَا مَنْ كُلُّ
Membaca Tasbih 3 x ( Subhana Robiyal ‘Adzimi 3x ), kemudian membaca :
Surat Al-Hadid ayat 1 sampai ayat 6
الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ وَهُوَ الْأَرْضِ فِي وَمَا السَّمَاوَاتِ فِي مَا لِلَّهِ سَبَّحَ
قَدِيرٌ شَيْءٍ كُلِّ عَلَى وَهُوَ وَيُمِيتُ يُحْيِي وَالْأَرْضِ السَّمَاوَاتِ مُلْكُ لَهُ
عَلِيمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ وَهُوَ وَالْبَاطِنُ وَالظَّاهِرُ وَالْآخِرُ الْأَوَّلُ هُوَ
مَا يَعْلَمُ الْعَرْشِ عَلَى اسْتَوَى ثُمَّ أَيَّامٍ سِتَّةِ فِي وَالْأَرْضَ السَّمَاوَاتِ خَلَقَ الَّذِي هُوَ وَهُوَ فِيهَا يَعْرُجُ وَمَا السَّمَاء مِنَ يَنزِلُ وَمَا مِنْهَا يَخْرُجُ وَمَا الْأَرْضِ فِي يَلِجُ
بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ بِمَا وَاللَّهُ كُنتُمْ مَا أَيْنَ مَعَكُمْ
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Kemudian membaca Surat Al- Hasyr ayat 22 sampai ayat 24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُصَوِّرُ الْبَارِئُ الْخَالِقُ اللَّهُ هُوَ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ وَهُوَ وَالْأَرْضِ السَّمَاوَاتِ فِي مَا لَهُ يُسَبِّحُ الْحُسْنَى الْأَسْمَاء لَهُ
Kemudian membaca Do’a dibawah ini :
Kemudian membaca surat Al-Fath ayat 29
رُكَّعاً تَرَاهُمْ بَيْنَهُمْ رُحَمَاء الْكُفَّارِ عَلَى أَشِدَّاء مَعَهُ وَالَّذِينَ اللَّهِ رَّسُولُ مُّحَمَّدٌ
السُّجُودِ أَثَرِ مِّنْ وُجُوهِهِم فِي سِيمَاهُمْ وَرِضْوَاناً اللَّهِ مِّنَ فَضْلاً يَبْتَغُونَ سُجَّداً فَاسْتَغْلَظَ أَخْرَجَ فَآزَرَهُ شَطْأَهُ كَزَرْعٍ الْإِنجِيلِ فِي مَثَلُهُمْوَ التَّوْرَاةِ فِي مَثَلُهُمْ ذَلِكَ آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ وَعَدَ الْكُفَّارَ بِهِمُ لِيَغِيظَ الزُّرَّاعَ يُعْجِبُ سُوقِهِ عَلَى فَاسْتَوَى مِنْهُم عَظِيماً وَأَجْراً مَّغْفِرَةً الصَّالِحَاتِ وَعَمِلُوا
Kemudian membaca Rajanya Asmaul’ Adzom
AHUUNUN QOOFUN ADUMMA HAMMA HAA-IN AMIININ حزب اللطف
لسيدي أبو الحسن الشاذلي رضي الله عنه وقدس روحه
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ.

{الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّين إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ} آمين.

اللَّهُمَّ أجْعَل أفْضَلَ الصَّلوَات وأنْمَى البَرَكَات فِي كُلِ الأوقَات عَلى سَيِدْنَا مُّحَمَّدٍ أكْمَل أهْلَ الأرْضِ والسمواتِ، وسلِم عَليهِ يَارَبَّنَا أزكي التَحِيَات في جَميعِ الحَضَرات.

اللَّهُمَّ يَا مَن لُطْفِهِ بخَلْقِهِ شَاملٌ وَخَيِرهِ لعبَادهِ وأصلٌلاتُخْرجني عَن دائرةِ الألطَّاف وآمْنِي مِن كُلِ مَا أخَاف، وكُنْ لِي بلطفِكَ الخَفي الظَاهر يَابَاطِن يَاظاهر.

يا لطِيفُ أسألَكَ وقَايةََ اللطفِ في القَضَا والتَسلِيم مَعَ السلاَمةِ عِندَ نزُولهِ والرِضَا.

اللَّهُمَّ إنَكَ أنْتَ العَلِيمُ بمَا سَبَقَ في الأزْلِ فَحُفَني بلطفِكَ فِيمَا لَمْ يَنزلْ وَفِيمَا نَزَلِ يَا لَطِيفَاً لَمْ يَزلْ. واجعَلني في حِصنِ التَحصِين بِكَ يَا أََّّْوْلُ، يَا مَن إليِه المُلتَجأُ وعَليِهِ المُعَولُ.

اللَّهُمَّ يَا مَن ألقَى خَلقهِ في بَحرِ قضَائهِ وحَكَمَ عَليهِم بحكمِ قهرهِ وابتلائِهِ اجْعَلنِي مِمَن حُمِلَ في سَفِينةِ النجاةِ وقنِي مِن جَميعِ الآفاتِ.

اللَّهُمَّ مَن رَعَتْهُ عَيِنُ عنَايَتَكَ كَانَ مَلطُوفَاً بِهِ في التَقدِير مَحفُوظَاً مَلحُوظَاً بعَيِنِ رعَايِتِكَ يَا قََدِيريَا سَمِيعُ يَا قَرِيبُ يَا مُجِيبُ الدُعَاَ إرْعِنَي بعَينِ رعَايتَكَ يَاخَيرَ مَن رَعَى.

اللَّهُمَّ لُطْفُكَ الخَفِي ألطَفَ مِن أن يُرى وأنْتَ اللَطّيِفُ الذي لَطّفتَ بجَميعِ الوَريَ حَجَبتَ سَرَيَان سِركَ فِي الأكوَان فلاَ يَشْهدَهُ إلاَ أهْلَ المَعْرفَةِ والعَيِان، فَلَمَّا شَهِدُوا سِرَ لُطفِكَ بكُلِ شيءٍ أمِنْوُا مِن سُوءِ كُلِ شَيءٍ فَأشْهَدنِي سِرَ هَذا اللُطفُ الوَاقِي مَا دَاَمَ لُطْفُكَ الدَّاَئِمُ بَاَقِي.

اللَّهُمَّ حُكْمُ مَشِيئَتِكَ فِي العَبِيد لاَ ترَاهُ همَّةَ عَارِفٌ وَلاَ مٌرِيدٌ، لَكِنَّكَ فَتَحتَ لي أبْوُابَ الألطَافَ الخَفِية المَانِعَةُ حصُونِها مِن كُلِ بَليِة، فأدْخِلنِي بلُطْفِكَ تِلكِ الحُصُونُ يَا مَن يَقُولُ للشَيءِ كُنْ فَيَكُونُ.

اللَّهُمَّ أنْتَ اللَطِيفُ بعبَادِكَ لاَسِيَمَّا بأهْلِ مَحَبَتِكَ وَوِدَادِكَ، فبأهْلِ المَحَبَةِ وَالوُدَادِ خُصَّنِي بلطَائِفِ اللُطْفَ يَاجَوَاد.

اللَّهُمَّ اللُطْفُ صِفَتِكَ وَالألْطَافُ خَلقِكَ وَتَنْفِيذُ حُكْمِكَ فِي خَلقِكَ حَقِكَ، ورَأفةَ لُطْفِكَ بالمَخلُوقِينَ تَمنَعَ إسْتقصَاءَ حَقَكَ فِي العَالَمِينَ، وَقَدْ لَطَفْتَ بِى قَبلَ كَوُنِي وأنا للُطْفِ غَيرَ مُحتَاجٌ، أفَتَمْنَعَنِى مِنهُ مَعَ الحَاجَةِ لهُ وأْنْتَ أرْحَمَ الرَاحْمِينَ حَاشَا لُطْفِكَ الكَافِي وَجُودِكَ الوَافِي.

اللَّهُمَّ لُطْفِكَ هُوَ حِفْظَكَ إذَّا رَعِيتَ وَحِفْظَكَ هُوَ لُطْفِكَ إذَّا وَقِيتَ، فأدخْلنِي سُرَادِقَاتِ لُطْفِكَ واضْرب عليّّ أسوَارَ حِفظِكَ.

يَا لَطْيِفٌ أسأَلَكَ اللُطفَ ابَدا، يَا حَفِيظٌ قِني السِوىَ وَشَرَ العِدا يَا لَطْيِفٌ مَن لعَبدِكَ العَاجزُ الخَائفُ الضَّعِيفُ. ثلاثا.

اللَّهُمَّ كَما لَطَفَْتَ بِي قَبلَ سُؤَالي وَكَوْنِي، كُن لِي لاَعَليَّّ يَا أمنِي وَعَوْنِى ثلاثا.

{اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ العَزِيز} آنِسَنِي بِلُطفِكَ يَا لَطِيف أُنْس الْخَائِف فِي حَالِهِ الْمُخِيف، تَأَنَستُ بِلُطفِكَ يَالَطِيف، وَوْقِيتُ بِلُطفِكَ الْرَديَ وَتَحَجَبتُ بِلُطفِكَ مِن الْعِدا يَالَطِيفُ يَاحَفيظُ {بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ} نََجَوْتُ مِن كُلِّ خَطبٍ جَسيمُ بِقَوْلِ رَبِّيَ {وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ} سَلَِمتُ مِنْ كُلِّ شَّيْطَانٍ وَحَاسِدٍ بِقَولِ رَبِّي {وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ} كُفِيتُ كُلَّ هَمٍ فِي كُلِّ سَبيلٍ بِقَولي حَسْبيَ اللهُ وَنَعْمَ الْوَكِيلُ {اللّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ} {لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ} {اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ} {لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ} {لإيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاء وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ} وَاكْتَفَيتُ ب كهيعص وَاحْتَمَيتُ ب حم عسق وَقَولُهُ الْحَق وَلَهُ الْمُلكُ، سَلامٌ قَوْلاً مِن رَّبٍّ رَّحِيمٍ.

Hizb Nasr

حِزْبُ النـَّصـْرِ المُبـَارَكِ
لِسـَيـِّدي أبـِي الحـَسـَنِ الشـَّاذلـِي
بـِـسْـمِ اللهِ الرَّحمـنِ الرَّحـيمِ
اللهـُمَّ بـِسَطـْوَةِ جَبـَروتِ قـَهـْرِكَ وبـِسُرْعـَةِ إغـَاثـَةِ نـَصـْرِكَ وَبـِغِـيرَتـِكَ لإنـْـتـِهـَاكِ حُرُمَـاتِكَ وَبـِحـِمَايَتِكَ لِـمَن إحـْـتـَمـَى بـِآياتِكَ أسألـُكَ يا اللهُ يَا سَميعُ يَا قـَريبُ يَا مُجـِيبُ يَا سَريعُ يَا مُنـْتـَـقِمُ يَا شـَديدَ البَـطـْشِ يَا جَبََّارُ يَا قـَهـَّارُ يَا مَنْ لا يُعْـجـِزُهُ قـَهـْرُ الجَبـَابـِرَةِ ولا يَعْظـُمُ عـَلـَيْهِ هَلاكُ المُتـَمَرِّدَةِ مِنَ المُلوكِ والأكـَاسِرَةِ أن تـَجْـعَلَ كـَيـْدَ مَنْ كـَادَنِي في نـَحْرِهِ وَمَكـْرَ مَنْ مَكـَرَ بي عَـائِداً عَليهِ وَحُـفـْرَة مَنْ حَفـَرَ لي وَاقِعاً فيها وَمَنْ نـَصَبَ لي شـَبـَكـَة الخَدَاعِ إجْعَلـْهُ يا سَيِّدي مُسَاقاً إليها وَمُصَـاداً فيها وَأسِيراً لـَدَيْهـَا اللهُمَّ بـِحَقِّ كـهيعص إكـْـفِـنـَا هَمَّ العِدا وَلـَقـِّهـِمْ الرَّدَى وَإجْعـَلهُمْ لِكـُلِّ حَبيبٍ فِداً وَسَلـِّط عَلـَيـْهـِمْ عَاجـِلَ النـِّقـْمـَةِ في اليَوْمِ والغـَدِ. اللهُمَّ بَدِّدْ شـَمْلـَهـُمْ، اللهُمَّ فـَرِّق جَمْـعَـهـُم اللهُمَّ أقـْلِلْ عَدَدَهـُمْ، اللهُمَّ فـُلَّ حَدَّهُمْ، اللهُمَّ إجْعَلْ الدَّائِرَة عَلـَيـْهـِمْ اللهُمَّ أرْسِلْ العَذابَ إليهـِمْ، اللهُمَّ أخـْرِجْـهـُمْ عَنْ دَائِرَةِ الحِلـْمِ وَإسْـلـُبـْهـُمْ مَدَدَ الإمْـهـَالِ وغـُلَّ أيْديَهـُمْ وإرْبـِط عَلـَى قـُلوبـِهـِمْ ولا تـُبـَلـِّغـْهـُمْ الآمال، اللهُمَّ مَزِّقـْهـُمْ كـُلَّ مُمَزَّقٍ مَزَّقـْـتـَهُ لأعْدَائِكَ إنـْـتِصـَاراً لأنـْبـِيائِكَ وَرُسُـلِكَ وَأولِيائِـكَ اللهُمَّ إنـْـتـَصِرْ لنا إنـْـتـِصَـارَكَ لأحْبـَابـِكَ على أعْدَائِكَ، اللهُمَّ لا تـُمَكـِّنْ الأعْداءَ فينا ولا تـُسـَلـِطـَهـُمْ عَـلـَيْـنـَا بـِذنوبـِنـَا حم حم حم حـــم حم حم حم حُـمَّ الأمْرُ وَجَاءَ النـَصـْرُ فـَعـَلينـْا لا يـُنـْصـَرون حمعسق حِمَايَتـُنـَا مِمَّا نـَخـَافُ، اللهُمَّ قـِنـَا شـَرَّ الأسْواءِ ولا تـَجْعـَلنـَا مَحـَلاً للبـَلـْواءِ، اللهُمَّ أعْطِنـَا أمَلَ الرَّجَاءِ وَفـَوْقَ الأمَلِ يَا هُوَ يَا هُوَ يَا هُوَ يَا مَنْ بـِفـَضْـلِهِ لِفـَضْلِهِ نـَسْألْ – نـَسْألـُكَ العَجـَلَ العَجَلَ إلهي الإجَابَة الإجَابَة يَا مَنْ أجَابَ نـُوحاً في قـَوْمِهِ يَا مَنْ نـَصَرَ إبْراهِيمَ عَلى أعْدائِهِ يَا مَنْ رَدَّ يُوسُفَ على يَعْـقوب يَا مَنْ كـَشـَفَ ضـُرَّ أيُّوبَ يَا مَنْ أجَابَ دَعْوَةَ زكـَرِيَّا يَا مَنْ قـَبـِلَ تـَسـْبيحَ يُونـُسَ بـِنْ مَتـَّى نـَسْـألـُكَ بـِأسْرارِ أصْحـَابِ هَذِهِ الدَّعَوَاتِ أنْ تـَقـْبـَلَ مَا بـِهِ دَعَوْنـَاكَ وأنْ تـُعْطِينـَا مَا سَألناكَ أنـْجـِزْ لنـَا وَعْدَكَ الذي وَعَدْتـَهُ لِعِـبَادِكَ المُؤمِنين لا إلهَ الا أنـْتَ سُبْحَانـَكَ إني كـُنـْتُ مِنَ الظـَّالِمِينَ إنـْـقـَطـَعـَتْ آمَالـُنـَا وَعِزَّتِكَ الا مِنـْكَ وَخـَابَ رَجَاؤُنـَا وَحَـقِـكَ الا فيكَ.
إنْ أبْطـَأتْ غـَارَةُ الأرْحَامِ وإبْـتـَعـَدَتْ فـَأقـْرَبُ السَّيْرِ مِنـَّا غـَارَةُ اللهِ
يا غـَارَةَ اللهِ جـِدِي السـَّيـْرَ مُسْرِعَة في حَلِّ عُـقـْدَتـِنـَا يَا غـَارَةَ اللهِ
عَدَتْ العَادونَ وَجَارُوا وَرَجَوْنـَا اللهَ مُجـيراً
وَكـَفـَى باللهِ وَلـِيـَّا وَكـَفـَى باللهِ نـَصِيراً
حَسْبـُنـَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ – ثلاثا
ولا حَوْلَ ولا قـُوَةَ الا باللهِ العَليِّ العَظِيمِ إسْـتـَجـِبْ لـَنـَا آمين – ثلاثا
فـَقـُطِعَ دَابـِرُ القـَوْمِ الذينَ ظـَلـَمُوا والحَمْدُ لِلهِ رَبَّ العَالـَمينَ ولا حَوْلَ ولا قـُوَّةَ الا باللهِ العَلِيّ العَظِيمِ
وَصَـلـَّى اللهُ عَـلـَى سَيـِّدِنـَا مُحَمَّدٍ النـَّبـِيّ الأمِيِّ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبـِهِ وَسَـلـَّمَ

Shalawat Asy-Syadzily
Shalawat ini bersumber dari Sayyid Abû Al-Hasan Asy-Syadzili Beliau membuka hizb-nya, Al-Luthf dengan sha-lawat ini.

Artinya: “Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Zat Muhammad yang halus dan tunggal; matahari, langit, rahasia tempat pemunculan cahaya; pusat peredaran kebesaran; dan kutub falak keindahan.
Ya Allah dengan rahasianya di sisi-Mu dan dengan perjalanannya kepada-Mu amankanlah rasa takutku; kurangilah kesalahanku; lenyapkanlah kesedihan dan ke-tamakanku; dan jadilah penolongku. Bawalah aku kepada-Mu, karunialah aku fana terhadapku, dan janganlah Engkau jadikan diriku mendapat cobaan dari nafsuku. Singkapkanlah bagiku semua rahasia yang tersembunyi, duhai Tuhan Yang Maha hidup dan Maha mandiri.”

Shalawat Nur Dzati

اللهم صل وسلم و بارك علي سيدنا معمد النور الذات و السر الساري في سائر الاسماء و الصفات و علي اله وصعبه و سلم

” ALLAHUMMA SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK ALAA SAYYIDINA MUHAMMADIN NUURIDZAATI WASSIRRIS SAARIY FII SAA’IRIL ASMAA’I WASH-SHIFAATI WAA’ALA ALIHII WASHOHBIHI WASALLIM.”

Sebelum membaca Shalawat terlebih dahulu di buka dengan membaca :

“Allahamdulillaahilladzii Arsala Ilaina Faatihut Dauratil Kulliyyatir Rabba Niyyatil Qudziyyati”

Dan ditutup dengan kalimat :“Al Anbariyyatin Nadiyyatil Maskayatil Khaash-shatil Muhammadiyyatil Kaamlati Makmalati Ahadyyati”

Abdul Wahab As Sya’rani berkata : Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili adalah termasuk diantara mereka (para wali) Beliau banyak menerima dan menyimpan petuah-petuah yang disampaikan oleh Abul Wafa’.

Diantara karyanya adalah kitab “Af Faiqah Liddiniyah”. Kitab ini berisi tatacara untuk memperoleh bermacam-macam ilmu. Kitab ini amat gamblang (jelas) isinya, bahkan karena kehebatannya, tidak ada karya satupun yang dapat menandinginya.

Dijelaskan, Abul Hasan Asy-syadzili termasuk orang yang paling sering berjumpa dengan Rasulullah s.a.w.

pada suatu ketika beliau bertemu dengan Rasulullah s.w.a. beliau mengatakan kepada Rasulullah s.a.w. sesusungguhnya banyak orang mendustakan aku, jika aku menjelaskan kebenaran pertemuanku denganMu. Jawab Rasulullah : demi kemuliaan Allah dan keagungan-Nya, orang yang tidak mempercayaimu, atau mendustakanmu, ia tidak akan mati kecuali dengan cara Yahudi atau nasrani atau majusi.

Lalu beliau berkata : Wahai Rasulullah, allah melipat gandakan 10 shalawat bagi orang yang membaca shalawat atasmu hanya sekali, apakah hal itu terbatas terhadap orang yang menghadirkan hatinya saja?.

Jawab Rasulullah : Bahkan hal itu juga diperuntukkan juga bagi orang yang membaca shalawat atasku meskipun ia melupakan aku, dan Allah memberikan semaksimal gunung, dan para Malaikat ikut mendoakannya dan memohonkan ampunan baginya. Adapun yang menghadirkan hatinya, maka balasannya tidak diketahui kecuali Allah sendiri.
Beliau berkata, Suatu ketika aku membaca : “Muhammadun Basyarun Laa Kalbasyari, Bal Huwa Yaquut Bainal Hajari”

” Muhammad Adalah Manusia tetapi tidak seperti manusia, tetapi dia adalah permata diantara kedua batu”

Malamnya aku bertemu Rasulullah dan berkata padaku ” sesungguhnya Allah telah mengampuni kamu beserta orang yang mengucapkan kalimat ini bersamamu”. Maka beliau dalam suatu majelis membaca kalimat itu, dan ini terjadi sampai beliau wafat.

Beliau berkata : ” akan sampai kepada kita seseorang yang bernama Muhammad pada hari kiamat. Maka Allah berkata padanya : ‘ mengapa kamu tidak malu jika bermaksiat kepada-Ku, sedang namamu menggunakan nama kekasihku (Muhammad), tetapi (meskipun begitu) Aku malu menyiksamau karena namamu menggunakan nama kekasih-ku. Pergilah, masuklah ke surga”.

اللَّهُمَّ بِحَقِ هَذِهِ الأسْرَار قِني الشَرَ وَالأشْرَار وَكُلَّ مَا أنتَ خَالِقَهُ مِن الأكدَار، يَا مَن يَكْلَؤُكُنا بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِبِحَقِ كِلاَءَةِ رَحْمَّانِيتَكَ إكْلأنِيَ وَلاَتَكِلني إلِى غَيرِ إحَاطَتِكَ رَبِّى هَذا ذُلَ سْؤَالي بِبَابِكَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَبِكَ

Hukum Mengambil Upah Membaca Al Quran


Hukum Mengambil Upah Membaca Al Quran

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Soalan :

Apakah hukum mengambil upah dengan membaca al Quran ? Begitu juga dengan sesetengah tempat selepas kematian tuan rumah akan memanggil sekumpulan Huffaz al Quran untuk membaca al Quran. Setelah itu mereka akan dihidangkan makanan dan diberi sagu hati berupa wang. Tujuannya ialah untuk bersedekah bagi pihak roh simati dengan harapan agar Allah memberi keringanan kepadanya. Apakah hukum perkara tersebut ?

Jawapan 1 :

Jawapan diberikan oleh Dr Abd Malik Abd Rahman As Sa’adi (bekas Mufti Iraq) dalam bukunya : Al Bid’ah fi al Mafhum al Islamy ad Daqiq – Salah faham terhadap Bid’ah menyebutkan :

Membaca al Quran adalah ibadah. Para ulama berselisih pendapat, adakah dibolehkan mengambil upah atau imbalan ke atas ibadah yang dilakukan termasuk di antaranya ialah membaca al quran dan mengajarnya. Sebahagian fuqaha’ berpendapat mengambil upah hasil pembacaan al Quran adalah tidak harus.

Ini adalah salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad, para ulama bermazhab Hanafi yang terawal dan Ishaq bin Rahawaih. Manakala para ulama Hanafiyyah yang terkemudian mengharuskan pengambilan upah hasil menjadi imam, mengajar dan muazzin. Alasan mereka ialah sekiranya dipegang pendapat yang melarang pengambilan upah maka ia akan menyebabkan tugas-tugas tersebut terabai kerana mereka yang layak untuk melaksanakan tugas tersebut terpaksa meninggalkannya untuk mencari sara hidup, seterusnya menyebabkan tugas tersebut terabai atau berlaku kepincangan.

Manakala sebahagian ulama yang lain seperti Imam Malik, Asy Syafie, Ibnu Al Munzir dan Ahmad pada satu riwayat yang lain mengharuskan pengambilan upah hasil membaca al Quran. Mereka berdalilkan dengan sebuah hadith yang diriwayatkan oleh AlBukhari bahawa Rasulullah sallaLlahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang bererti) :

Yang paling berhak kamu mengambil upah ke atasnya adalah Kitab Allah (Al Quran)

kerana Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam tidak membantah ke atas para sahabat yang mengambil upah hasil jampian dengan al Quran. Namun bagi para ulama yang mengharuskannya kesemua mereka bersepakat bahawa sekiranya seorang qari (yang membaca al Quran) membaca dengan niat untuk mendapat upah dan mengaut harta, maka dia tidak akan mendapat pahala dan berkemungkinan dia berdosa kerana dia membaca Al Quran bukan kerana Allah subahanahu wa ta’ala (ikhlas kerana Allah).

Mereka juga berpendapat sekiranya pembacaan Al Quran dijadikan sebagai kerja untuk mengaut keuntungan dan harta yang banyak maka hukumnya adalah haram yang tidak diakui oleh syarak.

Jawapan 2 :

Membaca al Quran adalah sangat dianjurkan. Begitu juga bersedekah. Mengambil upah untuk tugas-tugas keagamaan seperti membaca al Quran , menjadi imam, membaca khutbah jumaat, azan, mengajar ilmu-ilmu syariah, telah menjadi kebiasaan diamalkan umat Islam di negara-negara Islam sejak zaman berzaman. Adapun mengambil upah membaca alQuran ia termasuk dalam keumuman hadith RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallan (yang bererti) :

Yang paling berhak kamu mengambil upah ke atasnya adalah Kitab Allah (Al Quran)

(Riwayat Bukhari)

Hadith ini adalah bahagian akhir hadith yang panjang riwayat Al Bukhari dari Ibn Abbas iaitu :

Bahawasanya satu jama’ah para sahabat Nabi melalui di tempat yang ada air yang ada di sana seseorang bernama Ladigh atau Salim (perawi tidak pasti antara keduanya yang kena sengat binatang ), Datanglah seorang lelaki dari tempat air itu lalu berkata : Adakah di antara kamu yang pandai menjampi kerana sesungguhnya di tempat air itu ada seorang lelaki yang disengat binatang bisa. Lalu ada seorang dari mereka lalu membaca Surah al fatihah dengan pembayaran beberapa ekor kambing. Lalu (selepas menjampi) dia membawa kambing tersebut kepada kawan-kawannya. Kawan-kawannya tidak suka dengan perkara tersebut. Mereka berkata : Apakah kamu mengambil upah dengan membaca kitab Allah? (perkara ini berlarutan) sehinggalah mereka sampai di Madinah, lalu mereka berkata : Ya Rasulullah, dia telah mengambil upah melalui kitab Allah. Rasulullah sallaLlahu ‘alaihi wasallam lalu mengatakan : Sesungguhnya yang paling berhak kamu mengambil upah ke atasnya ialah kitab Allah (Al Quran)

Imam Nawawi berkata dalam Raudhah ath Tholibin : Dari al Qadhi Husain di dalam Al Fatawa, menyebutkan :

Sesungguhnya mengupah membaca al Quran di atas kubur pada tempoh tertentu adalah dibolehkan sebagaimana (dibolehkan) mengupah orang untuk azan dan mengajar al Quran

(lihat Fath al Mu’in m/s 84, Lihat Minhaj al Wadhih (Soal Jawab Agama membahaskan Masalah Terkini dalam Feqah)

Mengikut Bughyah al Mustarsyidin, sah (boleh) upah membaca al Quran di atas kubur dan mendoakannya kerana bacaan itu boleh memberi manfaat dan dihadiahkan pahalanya kepada si mati. Dalil dari hadith dan pendapat-pendapat para ulama’ mu’tabar di atas memberi penjelasan bahawa tidak mengapa mengambil upah membaca al Quran kepada si mati.

Rujukan :

1. Dr Abd Malik Abd Rahman As Sa’adi, Al Bid’ah fi al Mafhum al Islamy ad Daqiq – Salah faham terhadap Bid’ah

2. Muhadir bin Hj Joll, Persoalan Khilafiyyah dan Penjelasan Ulama, Inilah Jawapannya, m/s 660-661, Cet Pertama 2011, Mawleed Publishing, Selangor
DARI: http://jomfaham.blogspot.com/2012/06/hukum-mengambil-upah-membaca-al-quran.html

Memahami Metode Dakwah Walisongo


Oleh : Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu

Gambar Hiasan: Sunan Kubra Pembina Masjid Kg. Laut

Gambar Hiasan: Sunan Kubra Pembina Masjid Kg. Laut

Telah masyhur di kalangan sejarawan, ulama, dan tokoh lainnya bahwa Islam tersebar luas di Indonesia atas jasa Walisongo dan murid-muridnya. Sebelumnya, usaha dakwah telah dilakukan orang, tapi lingkupnya sangat terbatas.

Harian Duta Masyarakat mengungkap, sebenarnya Islam masuk Nusantara sejak zaman Rasulullah. Yakni berdasarkan literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Kemudian Marcopolo menyebutkan, saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H/1292 M, telah banyak orang Arab menyebarkan Islam. Begitu pula Ibnu Bathuthah, pengembara muslim, yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H/1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafii. Tapi baru abad 9 H (abad 15 M) penduduk pribumi memeluk Islam secara massal (Duta Masyarakat, 28-30 Maret 2007). Masa itu adalah masa dakwah Walisongo.

Dakwah Kultural

Berbeda dengan dakwah Islam di Asia Barat, Afrika, dan Eropa yang dilakukan dengan penaklukan, Walisongo berdakwah dengan cara damai. Yakni dengan pendekatan pada masyarakat pribumi dan akulturasi budaya (percampuran budaya Islam dan budaya lokal). Dakwah mereka adalah dakwah kultural.

Banyak peninggalan Walisongo menunjukkan, bahwa budaya dan tradisi lokal mereka sepakati sebagai media dakwah. Hal ini dijelaskan—baik semua atau sebagian—dalam banyak sekali tulisan seputar Walisongo dan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Misalnya, dalam Ensiklopedi Islam; Târikhul-Auliyâ’ karya KH Bisri Mustofa; Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia karya KH Saifuddin Zuhri; Sekitar Walisanga karya Solihin Salam; Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya karya Drg H Muhammad Syamsu As.; Kisah Para Wali karya Hariwijaya; dan Kisah Wali Songo: Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa karya Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA.

Dahulu di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan terdapat berbagai kerajaan Hindu dan Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu kental diwarnai kedua agama tersebut. Budaya dan tradisi lokal itu oleh Walisongo tidak dianggap “musuh agama” yang harus dibasmi. Bahkan budaya dan tradisi lokal itu mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama tak ada larangan dalam nash syariat.

Pertama-pertama, Walisongo belajar bahasa lokal, memperhatikan kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat. Lalu berusaha menarik simpati mereka. Karena masyarakat Jawa sangat menyukai kesenian, maka Walisongo menarik perhatian dengan kesenian, di antaranya dengan menciptakan tembang-tembang keislaman berbahasa Jawa, gamelan, dan pertunjukan wayang dengan lakon islami. Setelah penduduk tertarik, mereka diajak membaca syahadat, diajari wudhu’, shalat, dan sebagainya.

Walisongo sangat peka dalam beradaptasi, caranya menanamkan akidah dan syariat sangat memperhatikan kondisi masyarakat. Misalnya, kebiasaan berkumpul dan kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian keluarga tidak diharamkan, tapi diisi pembacaan tahlil, doa, dan sedekah. Bahkan Sunan Ampel—yang dikenal sangat hati-hati—menyebut shalat dengan “sembahyang” (asalnya: sembah dan hyang) dan menamai tempat ibadah dengan “langgar”, mirip kata sanggar.

Bangunan masjid dan langgar pun dibuat bercorak Jawa dengan genteng bertingkat-tingkat, bahkan masjid Kudus dilengkapi menara dan gapura bercorak Hindu. Selain itu, untuk mendidik calon-calon dai, Walisongo mendirikan pesantren-pesantren yang—menurut sebagian sejarawan—mirip padepokan-padepokan orang Hindu dan Budha untuk mendidik cantrik dan calon pemimpin agama.

Bagaimana Memahaminya?

Sebagian pihak mempermasalahkan metode dakwah Walisongo tersebut. Sebagian mempertanyakan kesesuaiannya dengan dalil syar’i. Sebagian lagi bahkan berani menyalahkan peninggalan para ulama-wali itu. Hal ini terutama dilakukan kaum modernis yang dipengaruhi pemikiran Wahabi yang kaku. Bila mau berpikir jernih dan bijak, metode dakwah Walisongo tidak selayaknya dipertanyakan. Bahkan semestinya dipuji, karena terbukti kesuksesannya. Untuk dapat memahami mengapa Walisongo menerapkan metode dakwah semacam itu, beberapa hal perlu dilakukan.

Pertama, mempelajari sejarah mereka secara mendalam. Sebagaimana disebut di atas, banyak bacaan tentang sejarah Walisongo. Bacaan-bacaan tersebut bersumber dari kitab, babad, dan serat kuno, di antaranya Kitâb Kanzul Ulûm Ibnul Bathuthah; Babad Tanah Jawi; Babad Majapahit lan Para Wali; Hikayat Hasanuddin; Wali Sanga Babadipun Para Wali; dan Serat Centhini. Tulisan di masjid dan makam Walisongo juga dijadikan sumber. Beberapa buku orientalis juga dijadikan sumber, tapi para sejarawan Islam bersikap selektif dan hati-hati dalam mengutip keterangan dari non muslim ini.

Kedua, selalu mengingat bahwa Walisongo ulama yang alim, yang tak akan sembarangan dalam berbuat. Menurut Kitâb Kanzul Ulûm Ibnul Bathuthah, Walisongo adalah sembilan ulama berilmu agama tinggi serta mempunyai karamah, yang diutus Sultan Muhammad I Turki untuk menyebarkan Islam di Jawa. Bila salah satu pergi atau meninggal, maka segera digantikan wali lain. Sunan Bonang meninggalkan Primbon Wejangan Sunan Bonang berisi Fikih, Tauhid, dan Tasawuf, di antaranya berdasarkan Ihyâ’ Ulûmid-dîn al-Ghazali, al-Anthâki dari Dawud al-Anthaki, dan kitab Syekh Abdul Qodir al-Jailani. Menurut Muhammad Syamsu As., ajaran Sunan Bonang mengikuti akidah Ahlusunah wal Jamaah dengan mazhab Syafii, dan mewakili ajaran semua Walisongo. Masih menurut ia, Sunan Giri dinamai Sultan Abdul Faqih, karena Ilmu Fikihnya sangat mendalam, ia mengajar Ilmu Fikih, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Nahwu, dan Sharaf; Sunan Kudus dijuluki Waliyul Ilmi, menguasai Ilmu Ushul Hadits, Ilmu Tafsir, Ilmu Sastra, Manthiq, dan terutama Ilmu Fikih; dan Sunan Gunung Jati mempelajari Ilmu Syariat, Hakikat, Thariqat, dan Ma’rifat.

Ketiga, mempelajari metode dakwah Nabi Muhammad e, sahabat, dan ulama salaf sebagai perbandingan. Setelah diteliti, ternyata dakwah Walisongo yang bijak dan halus sesuai dengan dakwah Nabi. Dakwahnya sesuai ayat, “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS an-Nahl [16]: 125). Dan ayat, “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS Ali Imran [3]: 159). Juga pesan Nabi saat mengutus Abu Musa dan Mu’adz berdakwah, “Mudahkanlah, jangan mempersulit. Berilah kabar gembira, jangan membuat (objek dakwah) lari!” (HR Muslim). Dan Hadits dari Siti Aisyah, “Rasulullah memerintah kami menempatkan (memperlakukan) manusia sesuai keberadaan (akal) mereka.” (HR Abu Dawud). Tentang Walisongo membuat tembang dan puji-pujian Jawa, hal ini sebagaimana sahabat dan ulama salaf membuat syair-syair keagamaan Arab. Bahasanya saja beda. Tentang membuat dan menggunakan gamelan serta beduk, kemungkinan besar berpedoman pada pendapat al-Ghazali dalam Ihyâ’ Ulûmid-dîn bahwa alat musik yang dilarang hanya yang disebut dalam Hadits.

Tentang pertunjukan wayang, awalnya Sunan Giri tak setuju, tapi akhirnya beliau dan wali lainnya menyetujui setelah Sunan Kalijogo mengusulkan wayang diubah bentuknya: tangan lebih panjang dari kaki, hidung panjang-panjang, kepala agak menyerupai binatang, dan lain-lain agar tak serupa persis dengan manusia. Tentang membakar kemenyan, bukan untuk arwah orang mati, tapi untuk mengharumkan ruangan dan karena Nabi suka wangi-wangian.

Keempat, selalu husnudh-dhan (berbaik sangka) pada Walisongo. Apabila ada metode dakwah mereka yang tampak kurang sesuai syariat, sebaiknya menganggap (1) mungkin sumber/penulis sejarahnya yang keliru, bukan Walisongo; dan (2) mungkin diri kita yang belum memahami/menemukan dalil dan pendapat ulama salaf yang mereka gunakan.

Jika tidak husnudh-dhan, kita akan menyalahkan mereka seperti kaum Wahabi dan modernis menyalahkan para ulama. KH Hasyim Asy’ari dalam Risâlah Ahlussunah wal Jamâ’ah mengutip ucapan Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i, “Mereka (Wahabi dan yang sealiran) golongan yang bermain-main dengan agama, mereka mencela para ulama salaf dan khalaf, dan mengatakan, ‘Mereka itu tidak ma’shum (terjaga dari dosa seperti Nabi), maka tidak selayaknya mengikuti mereka.’” Na’ûdzu billâh. Walisongo memang tidak ma’shûm, tapi bukan muqashshir (orang sembrono), apalagi jâhil (orang bodoh). Mereka mahfûdz (terjaga dari dosa, sebagai wali Allah) dan ulama yang alim.

Dan kelima, selalu menghormati Walisongo sebagai penyebar Islam dan guru. Seandainya bukan karena mereka, mungkin kita saat ini beragama Hindu atau Budha seperti nenek moyang kita. Walisongo guru kita, karena nenek moyang kita belajar pada mereka atau murid-murid mereka; dan kiai serta guru kita masa sekarang—utamanya di pesantren—belajar pada gurunya, gurunya belajar pada gurunya lagi, terus sampai Walisongo. Karena itulah para ulama dan habaib mengamalkan ajaran Islam tradisionalis Walisongo, bahkan beberapa menulis kitab/buku untuk membelanya. Masyarakat umum juga ikut mengamalkannya.

Walhasil, Walisongo adalah ulama-wali yang alim dan bijak. Mereka dan metode dakwah serta peninggalannya seyogianya dihormati. Nabi bersabda pada Sayidina Ali, “Demi Allah, sungguh Allah memberi petunjuk pada seseorang (hingga masuk Islam) melalui kamu itu lebih baik bagimu daripada memperoleh unta merah” (HR Bukhari-Muslim). Nabi juga bersabda, “Barangsiapa memberi petunjuk pada kebaikan, dia mendapat pahala sebagaimana orang yang melakukannya” (HR Muslim). Hadits terakhir ini, menurut Sayid Alawi bin Abbas al-Maliki, menunjukkan keutamaan ilmu dan bahwa Nabi mendapat pahala seperti pahala seluruh umatnya, sejak diutus sampai Kiamat. Maka begitu pula Walisongo, sebagai penyebar Islam “pertama”, mereka mendapat pahala seperti pahala semua umat Islam Indonesia, sejak dakwahnya sampai Kiamat.

——————————————————————————————————————————

Sumber Tulisan:

Asnan Wahyudi & Abu Khalid MA. Tanpa tahun. Kisah Wali Songo: Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa. Surabaya: Karya Ilmu.

Dewan Penterjemah Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al Qur’an. 1971. Al Qur’an dan Terjemahnya. Medinah: Mujamma’ Khadim al Haramain asy Syarifain al Malik Fahd li Thiba’at al Mush-haf asy-Syarif.

Harian Duta Masyarakat, 28 Maret 2007; 29 Maret 2007; 30 Maret 2007.

Hariwijaya. 2003. Kisah Para Wali. Yogyakarta: Nirwana.

Hasyim Asy’ari, KH. Tanpa tahun. Risâlah Ahlussunah wal Jamâ’ah. Pasuruan: Pustaka Sidogiri.

Imam al-Ghazali. 2002. Ihyâ’ Ulûmid-dîn. Juz II. Beirut Lebanon: Darul Fikr.

Imam an-Nawawi. 2001. Riyâdhush-Shâlihin. Beirut Lebanon: Darul Fikr.

Muhammad Syamsu As, Drg. H. 1996. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya. Jakarta: Lentera.

Nur Amin Fattah. 1994. Metode Da’wah Walisongo. Semarang: CV Bahagia.

Sayid Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani. Tanpa tahun. Fathul-Qarîb al-Mujîb ‘alâ Tahdzîbi at-Targhîb wa at-Tarhîb. Mekah: al-Haramain.

Memahami Metode Dakwah Walisongo

Wali Songo Penyebar Ahli Sunnah Wal Jamaah di Indonesia


Wali Songo Penyebar Aswaja di Indonesia

gambar Hiasan: Wali Songo

gambar Hiasan: Wali Songo

dari nota FB: https://www.facebook.com/note.php?note_id=340667119286327

Sebuah realitas yang tidak terbantahkan bahwa mayoritas umat Islam Indonesia sejak dulu hingga sekarang menganut faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dengan mengikuti madzhab al-Syafi’i dalam bidang fiqh. Sudah barang tentu mereka mendapatkan faham tersebut dari ulama dan para dai yang mengajak dan mengajarkan tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang menyebarkan agama Islam tidak menganut faham Aswaja sementara yang diajak adalah penganut setia faham Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

Di sisi lain, semua sepakat bahwa dai yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di pulau Jawa adalah Wali Songo. Karena itu dapat dikatakan bahwa Wali Songo adalah penganut ASWAJA, kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan mengubah faham keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu.

Mengenai para sunan itu, Prof. KH. Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa kata sunan adalah sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh dai Islam di Jawa. Nasab mereka bersambung sampai kepada Imam Ahmad al-Muhajir. Dan berdasarkan apa yang diajarkan oleh mereka, dapat dipahami bahwa mereka semua adalah ulama pengikut madzhab al-Syafi’i dan sunni dalam dasar dan akidah keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan “Wali Songo.” (Al-Imam al-Muhajir, hal. 174).

Ada beberapa bukti bahwa Wali Songo termasuk golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Selanjutnya, Prof. KH. Abdullah bin Nuh menjelaskan:

“Jika kita mempelajari perimbon, yakni kumpulan ilmu dan rahasia kehidupan yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim (Sunan Bonang), maka di sana kita akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang menjadi referensi utama para dai sembilan, berupa pendapat dan keyakinan, sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fiqh dengan susunan yang bagus sesuai dengan akidah Ahlussunnah Wa-Jama’ah dan madzhab Imam al-Syafi’i. Dari sini, menjadi jelas bahwa para dai yang sangat terkenal dalam sejarah masyarakat Jawa dengan gelar Wali Songo itu termasuk tokoh utama dalam penyebaran ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah.” (Al-Imam al-Muhajir, hal. 182).

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Saifuddin Zuhri (1919-1986 M). Ia menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan madzhab al-Syafi’i di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Yakni Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri dan lainnya. Bahkan Sunan Giri merupakan lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis sejak abad 15 Masehi. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu Nusantara melalui kekuatan politik dan militernya, maka Sunan Giri menjadi pemersatu melalui ilmu dan pengembangan pendidikannya. (Sejarah Kebangkitan Islam, hal. 286-287).

Bukti lain yang menegaskan bahwa Wali Songo penganut faham Aswaja adalah ritual keagamaan yang dilaksanakan secara turun temurun, tanpa ada perubahan, di masjid-masjid besar yang didirikan oleh Wali Songo, semisal Masjid Sunan Ampel Surabaya, Masjid Demak dan sebagainya. Semua merupakan cerminan dari ritual ibadah yang dilaksanakan oleh golongan Aswaja. Misalnya adzan Jum’at dikumandangkan dua kali. Pada bulan Ramadhan dilaksanakan shalat tarawih secara berjamaah dua puluh rakaat sebulan penuh, kemudian antara setiap dua rakaat diselingi pembacaan taradhdhi kepada khalifah yang empat. Selanjutnya sebelum shubuh dibacakan tarhim sebagai persiapan melaksanakan shalat subuh. Tarhim adalah bacaan yang di dalamnya berisi doa-doa kepada semua umat Islam termasuk juga taradhdhi kepada khalifah yang empat.

Sudah tentu hanya orang-orang yang memiliki faham Aswaja yang melaksanakan hal tersebut. Sehingga semakin menegaskan bahwa Wali Songo adalah penganut faham Aswaja.

Status dari KH. Abdurrahman Navis, Lc, M. HI

Pasukan Berpanji Hitam Dari Timur


Pasukan Bersama Panji-Panji Hitam Dari Timur

Pasukan Bersama Panji-Panji Hitam Dari Timur


Hadis Ibnu Mas‘ud

Maksudnya: Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata: “Ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang sekumpulan anak muda dari kalangan Bani Hasyim. Apabila terpandang akan mereka, maka kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata dan wajah baginda berubah. Aku pun bertanya, “Mengapa kami melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai?”

Baginda menjawab, “Kami Ahlul Bait telah Allah pilih untuk kami Akhirat lebih dari dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran selepasku kelak sehinggalah datang suatu kaum dari sebelah Timur dengan membawa bersama-sama mereka panji-panji berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya. Maka mereka pun berjuang dan beroleh kejayaan lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu tetapi mereka tidak menerima sehinggalah mereka menye rahkannya kepada seorang lelaki dari kaum kerabat ku yang memenuhi bumi dengan keadilan sebagai mana ia dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa di antara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun merangkak di atas salji. Sesungguhnya dia adalah Al Mahdi.”

(Riwayat Ibnu Majah) (Lihat kitab Al Hawi lil Fatawa, m.s. 71-72)

adakah keluarga ini?

adakah keluarga ini?