Hukum Membuat Bangunan,Binaan Dan Solat Atas Perkuburan 1
Ramai diantara kita umat Islam tidak mengetahui dengan jelas dengan kebanyakan amalan yang dilakukan oleh orang –orang tua kita, adakah ianya bertepatan dengan Agama dan punyai sandaran dengan keharusan untuk melakukannya, ramai juga yang keliru bilamana amalan yang biasanya dilakukan yang telah menjadi adat dan sebati dengan dengan masyarakat Islam dipertikaikan oleh sesetengah “ulama muda” yang mendakwa sebagai Mujaddid di kurun ini sebagai pemacu perubahan Ummah yang membawa fahaman keras yang mengkafirkan umat Islam.
Dengan suara yang agak keras mengbidaahkan orang yang tak sehaluan dengan mereka, mereka sewenang-wenangnya mengeluarkan fatwa baru yang menyesatkan amalan yang biasa diamalkan masyarakat semenjak berkurun, dengan bermacam-macam tuduhan sampai kepada tuduhan dan perlecehan terhadap ulama-ulama besar serta karangan mereka, seolah-olah para ulama ini yang membawa umat ke neraka, namun begitu golongan terpelajar dari kalangan pembela Ahli Sunnah Wal Jamaah harus proaktif dalam menghadapi golongan baru ini, mereka haruslah melengkapi diri mereka dengan ilmu pengetahuan yang cukup, mereka bukan hanya menpertahankan hujjah ulama silam , malah atas bahu merekalah kewajipan mentahqiq dan membuat hasyiah keatas karangan-karangan ulama silam.
Umat Islam amat beruntung dikala zaman yang penuh dengan cacian dan makian terhadap ulama silam ini masih ada ulama yang seperti shaikhuna Sheikh Nuruddin Al-Banjari Al-Makki, Al-Habib Munzir Al-Musawa,Al-Habib Ali Al-Jufri, Al-Habib Sayyid Muhammad Bin Alawi Bin Abbas Al-Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki dan banyak lagi yang banyak menghasilkan karya, tahqiq dan hasyiah terhadap karangan ulama silam dalam mempertahankan agama Islam, semoga Allah merahmati mereka dunia akhirat di atas jasa-jasa mereka dalam mempertahankan agama dari puak-puak yang mendakwa mereka sajalah yang membawa Islam yang sebenar.
Pada kali ini saya akan memetik dan menaqalkan dari tulisan ulama muda Ahlu Bait Rasulullah Saw dalam masalah hokum membina binaan dan solat diatasnya. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan golongan salafi, wahabi ,kaum muda dan seumpama dengannya mengharamkan sebarang binaan dan solat diatas perkuburan dan melemparkan tuduhan terhadap orang yang melakukannya sebagai mubtadi’, sesat, malah ada tuduhan ke tahap menkafirkan umat Islam, wal iyazubillah min zalik. Berikutan ini tulisan dari Al-Habib Munzir Al-Musawa yang saya petik dari karangannya somoga ianya bermanfaat buat umat Islam dalam menghadapi golongan salafi dan wahabi, selamat membaca ;
Jawaban Habib Munzir Al-Musawa atas pertanyaan apakah hukum membina binaan dan solat atas perkuburan.
Jawaban Habib Munzir Al-Musawa: Rasul Saw pernah solat jenazah(solat ghaib) di perkuburan umum, Rasul solat jenazah dengan mengadap perkuburan setelah (mayat) dimakamkan disuatu permakaman lalu bermakmun dibelakang beliau shaf para sahabat Ra, beliau Saw bertakbir dengan takbir 4 kali (sila rujuk hadis Muslim , hadis no 954), Nabi solat ghaib diatas kuburan( Hadis Muslim,Hadis 955).
(Di zaman Nabi) telah wafat seorang yang telah biasa menyapu masjid,maka Nabi Saw telah bertanya tentangnya, maka para Sahabat mengatakan beliau telah wafat, maka Rasul Saw telah bersabda: “kenapakah kalian tidak memberitahuku?, para Sahabat beranggapan perkara ini tidak terlalu penting mengabarkannya kepada Rasulallah Saw, maka Rasulullah Saw bersabda, “tunjukkan padaku kuburnya!”, maka rasul mendatangi kuburnya lalu menyalatkannya seraya berkata (kemudian selepas solat) : “sesungguhnya penduduk kuburan ini penuh dengan kegelapan, dan Allah menerangi mereka dengan solat keatas mereka, rujuk (hadis Muslim , hadis 956), hadis semakna dengan ini ada pada shahih Bukhari ,hadis no 1258.
Kita akan lihat ucapan para Imam.
1- Berkata guru Imam Ahmad Bin Hambal Ra, yaitu Imam Syafie Ra, “makruh memuliakan seseorang sehingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (Imam Syafie tidak mengharamkan memuliakan seseorang sehingga makamnya dijadikan masjid, namun beliau mengatakannya makruh(sahaja), kerana ditakutkan fitnah keatas orang itu atau orang lain, dan hal (keadaan) yang tidak diperbolehkan adalah membangunkan masjid DIATAS makam setelah selesai jenazah dikuburkan, namun bila dibangunkan masjid lalu dibuat didekatnya makam orang yang mewakafkan masjid, maka tak ada larangannya”,demikian ucapan Imam Syafie(faidhul Qadir, juz 5, halaman 274).
2- Berkata Imam Al-Muhaddis Ibnu Hajar Al-Asqalani Ra, “hadis-hadis larangan ini merupakan larangan solat dengan menginjak-injak(memijak-mijak) kuburan dan solat diatas kuburan(yang mayat ada dibawahnya), atau berkiblat ke kubur, atau antara dua kubur, dan larangan itu tak mempengaruhi sahnya solat(maksudnya bila solat di atas makam, atau mengarah ke makan tanpa pembatas, maka solatnya tidak batal, sebagaimana lafaz dari riwayat kitab As-Solat oleh Abu Naim-guru Imam Bukhari Ra, ketika saidina Anas Ra solat di kuburan maka saidina Umar berkata ,”kubur,kubur maka saidina Anas melangkahinya, dan meneruskan solat, maka ini menunjukan solatnya sah dan tidak batal(fathu bari al-masyhur, juz1 halaman 154).
3- Berkata Ibnu Hajar, “berkata Imam Baidhowi; ketika ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para Nabi mereka, berkiblat, mengadap pada kubur mereka, menyembahnya,mereka membuat patung-patung, maka Rasulallah Saw melaknat mereka,dan melarang muslimin berbuat hal demikian itu, tapi kalau di jadikan masjid dekat dengan kuburan orang soleh, dengan niat bertabarruk dengan berdekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat padanya maka tidak termasuk dengan ucapan dalam yang dimaksud hadis itu, (fathul bari al-Masyhur, juz1 halaman 525).
4- Berkata Imam Baidhowi lagi, “bahwa kuburan Nabi Ismail itu adalah di Hathim(disamping Mizab di Kaabah dan dan di dalam masjid Al-Haram)dan tempat itu afdhol solat padanya, dan larangan salat di kuburan adalah kuburan yang sudah tergali (faidhul qadir, juz5, halaman 251).
Kita memahami bahwa masjidul Rasul Saw di dalamnya terdapat makam beliau Saw, Abu Bakar dan Umar Radiyallahu anhum, masjid diperluas dan diperluas namun jikalau perluasan itu akan menyebabkan hal yang di benci dan dilaknat Nabi Saw, kerana menjadikan kubur beliau ditengah-tengah masjid maka pastilah ratus Imam dan Ulama pada masa itu, memerintahakan agar perluasan tidak mencakup rumah Aisyah Ra(makam Nabi Saw).
Perluasan itu berlaku pada zaman Walid Bin Ab Malik yang dibaiat jadi Khalifah pada 4 Syawal tahun 86 Hijriyah sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari Ra, dan ia wafat pada 15 jumadil akhir pada tahun 96 Hijriyah, lalu di mana Imam Bukhari?, (194 Hijrah-256 Hijrah), Imam Muslim,(206 Hijrah-261Hijrah), Imam Syafie,(150 H-204H), Imam Ahmad Bin Hambal,(164H-141H), Imam Malik,(93H-179H), dan ratusan Imam-Imam yang lain?, apakah mereka berdiam diri membiarkan hal yang dibenci dan di laknat Rasulullah terjadi di makam Rasulallah Saw?, lalu (apakah) Imam-Imam yang hafal ratusan ribu hadis itu adalah para musrikin yang bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran yang terjadi di makam Rasulullah Saw?, (sila) munculkan satu saja ucapan mereka yang mengatakan bahwa perluasan masjid Nabawi itu adalah makruh, apa lagi haram.
Justeru inilah jawabannya, mereka diam kerana hal ini diperbolehkan, bahwa orang yang kelak yang bersujud(solat)menghadap makam Rasulullah Saw tidak satu pun yang berniat untuk menyembah Nabi Saw, atau menyembah Abu Bakar Ra, atau Menyembah Umar Ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah yang membuat kubur-kubur itu terpisah dengan masjid, maka ratusan Imam dan Muhaddisin itu, tidak melarang perluasan masjid Nabawi, bahkan (di) masjid Haram pun, berkata Imam Baidhowi bahwa kuburan Nabi Ismail adalah di Masjid Al-Haram.wallahu ‘alam, intaha Meniti Kesempurnaan Iman Oleh Habib Munzir Al-Musawa.
bersambung bahagian 2….